Mengawal Ide Besar Pemkot Pasuruan dalam Mengembangkan Wisata Heritage Terintegrasi

Mengawal Ide Besar Pemkot Pasuruan dalam Mengembangkan Wisata Heritage Terintegrasi

Tulisan besar "PASURUAN HERITAGE" terpampang jelas di Simpang Empat Apotik di Jl Pahlawan Kota Pasuruan -Muhammad Hidayat-

Bahkan terkesan menakutkan. Ini wajar. Karena Kota Lama selama puluhan atau bahkan ratusan tahun silam tidak mendapat sentuhan. Maka untuk meyakinkan para pihak, Kota Lama dibuatkan arah pembangunan atau master plan.


“2015, kita baru membahas untuk memulai start revitalisasi. Kita libatkan para ahli, akademisi, pegiat wisata, komunitas dan stakeholder lain. Kita bahas seperti dalam FGD (Focus Group Discussion). Awalnya kita bahas situasi dan kondisi terkini. Mulai persoalan drainase, permasalahan sosial sampai penerangan. Kita inventarisasi satu persatu. Mana yang menjadi domain untuk kita bawa ke Kementerian pusat. Mana yang bisa kita jalankan disini,” tegasnya meyakinkan.

Baru pada 2017 dilakukan revitalisasi Kota Lama tahap I. Menariknya, menurut Hary, semua biaya dihandle dari Pemerintah pusat. Dana yang dikucurkan saat itu sekitar Rp 160 miliar. Hampir semua problem awal teratasi.

Mulai drainase, penerangan, pedestarian, perbaikan bangunan, instalasi dan lainnya dilakukan oleh Pemerintah pusat. “Tentu kita awali dengan presentasi ke Pemerintah pusat untuk meyakinkan mereka. BP2KL punya master plan yang rigid,” tegasnya.  

 

Semarang Punya BP2KL, Kota Pasuruan Punya Apa?


Suasana Kota Lama Semarang dipenuhi wisatawan saat libur Lebaran 2024 lalu -Pratono Wong Semarang for Memorandum-

Konsep Kota Semarang dalam memulai, mengkoordinasikan dan meyakinkan pemerintah setempat hingga pemerintah pusat dengan menunjuk Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang (BP2KL).

BP2KL merupakan lembaga non-struktural yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang untuk pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang. Dibentuk oleh komunitas warga yang memiliki kepedulian besar terhadap cagar budaya.

BP2KL muncul setelah obyek yang diduga sebagai cagar budaya ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Walikota melalui rekomedasi TACB.

Tim ahli cagar budaya Semarang terdiri dari 7 orang. Merekalah yang merekomendasikan kepada Walikota soal kajian ODCB. Setelah mendapat penetapan dari Walikota, lalu diusulkan lagi ke Provinsi untuk dilakukan kajian oleh TACB Provinsi. Kemudian diusulkan ke Pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai OCB pusat.

“Sementara untuk masuk sebagai wordl heritage atau heritage dunia ke Unesco, tim ahli cagar budaya kota, provinsi dan pusat gabung jadi satu. Bahkan sidangnya sampai 4 kali. Dan yang perlu ditegaskan, untuk presentasi bangunan heritage Kota Lama bukan menojolkan sisi arsitektur Belanda-nya. Namun conecting kawasan empat situs. Yakni situs kampung Melayu, Pecinan, Arab, dan kampung Kota Lama,” cerita Hary.

Sementara Kriswandono, salah seorang pengurus BP2KL yang sempat dihubungi by phone menegaskan, bahwa kepengurusan BP2KL terdiri dari ragam komunitas.

Berasal dari berbagai latar belakang dan disiplin ilmu. Ada dari unsur pemerintah, dosen/akademisi, insan pers, pengusaha, sejarawan, arsitek, arkeolog dan lainnya.

BP2KL awalnya dibentuk pada 2023 melalui Perda nomor 8 tahun 2023 tetang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Lama Semarang. Didalam Perda tersebut mengamanatkan pembentukan badan pengelola.

“Namun baru 2007, BP2KL berhasil dibentuk dan ditetapkan melalui Keputusan Walikota,” ujar Kriswandono yang pernah menjabat sebagai Sekretaris dan kini sebagai penasehat ahli BP2KL ini.

Saat ini BP2KL diketuai Hevearita Gunaryanti Rahayu. Dulu, Ita - panggilanya menjabat sebagai Wakil Walikota. Ia juga dikenal memiliki komunitas pecinta sejarah dan kawasan cagar budaya.

Kini ia menduduki kursi sebagai Walikota Semarang. Sehingga posisi BP2KL semakin kuat untuk mendorong Kota Lama Semarang masuk menjadi Wordl Heritage Unesco atau heritage tingkat dunia.

Lantas pertanyaanya, Kota Pasuruan punya apa? Dalam sesi wawancara, Gus Ipul sempat menyerahkan persoalan teknis heritage ini kepada dua dinas sebagai leading sector. Yakni Dinas P dan K dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora).

Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pasuruan, Agus Budi Darmawan sempat bercerita tentang pengembangan wisata heritage yang terus dilakukan. Termasuk dalam kajian ODCB yang kini terus mengalami perkembangan.

Pihaknya juga sudah melakukan upaya penyebaran kuisioner kepada seluruh Kelurahan di Kota Pasuruan. Pihak kelurahan diminta untuk menyetorkan nama ODCB atau obyek heritage di wilayah masing-masing. Lebih bagus lagi dengan menyertakan narasi atau sejarahnya.

“Calon ODCB, saya kira terus berkembang. Kami berharap dari masing-masing kelurahan menyetorkan nama-nama calon ODCB untuk kemudian dikaji oleh tim ahli cagar budaya. Meski kita akui (Kota Pasuruan) belum memiliki TACB,” cetusnya.

Dulu, menurut Agus pernah ada 8 orang yang mendaftar sebagai peserta TACB untuk dilakukan tes di Kemendibud pusat. Itu setelah ada pengumuman dan rekrutmen baru untuk TACB di daerah.

Namun sayang, tidak ada satupun dari 8 peserta yang diberangkatkan Dinas P dan K Pasuruan itu lolos. Sehingga sampai saat ini, TACB yang digandeng oleh Pemkot Pasuruan berasal dari Provinsi Jatim atau dari TACB Trowulan.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, Olahraga (Disparpora) Kota Pasuruan, Dyah Emitasari melalui pesan singkatnya menyatakan untuk ranah Disparpora saat ini hanya pada promosi dan pemasaran potensi wisata saja. Promosi dan pemasarannya melalui video, buku selayang pandang, city tour dan pelaksanaan event-event pada lokasi heritage.

Sedangkan untuk pembangunan infrastrukturnya, ia menegaskan untuk kawasan heritage masuk dalam ranah Dinas Pekerjaan Umum atau PU. Hal ini terkait jalan dan trotoar.

Lalu DLHKP terkait taman-taman dan kebersihannya. Dinas Perkim terkait infrastruktur kampung-kampungnya. Dan Dinas P dan K terkait pelestarian budaya dan pemugaran bangunannya.

“Kalau saya usul untuk meramaikan kawasan heritage nanti perlu ada car free night. Kita ajak seniman dan budayawan lokal untuk meramaikan. Kita integrasikan kawasan heritage yang ada. Sehingga, ada keberlanjutan,” terang Wakil Walikota Adi Wibowo saat ditemui di rumah dinasnya, 17 April 2024.
 

Rekomendasi buat Pemkot Pasuruan

Salah seorang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) asal Kota Malang, Isa Wahyudi punya pandangan menarik tentang apa yang harus dilakukan oleh Pemkot Pasuruan dalam mengembangkan wisata Heritage.

Pria yang karib disapa Ki Demang ini juga pernah menjadi konsultan dan tim ahli Kota Pusaka 2017/2018 lalu. Saat Pemkot Pasuruan dibawah kendali Setiyono. Ia juga yang membuat Master Plan Kota Pusaka.

Ia kemudian mengawali ceritanya, bagaimana dia bisa mendapatkan sertifikasi sebagai TACB. Awalnya, ada rekrutmen dari Disparta Provinsi Jatim untuk menggelar bimbingan teknis (bimtek) soal cagar budaya.

Setelah dilakukan tiga kali Bimtek - ibarat sekolah, calon TACB ini juga menjalani ujian. Setelah dinyatakan lulus, Isa Wahyudi dkk berhak mendapatkan sertifikat dari BSNP sebagai TACB.

Setelah itu, pihak Pemprov Jatim mengirimkan surat kepada Pemerintah setempat (Kota Malang) soal siapa saja mereka yang sudah mendapatkan sertifikat sebagai TACB.

Dari sinilah kemudian Isa dkk mendapatkan SK dari Walikota Malang. “Pasuruan itu dulu Karesidenan saat jaman kolonial Belanda. Soal bangunan tua seharusnya menjadi panutan di Jawa Timur.

Kalau dilihat dari bentuk pilarnya saja bundar kokoh. Sisi kanan dan kiri bangunan simetris. Lalu teras lebar. Termasuk juga gaya arsitektur di dalamnya, mulai dari ruang tamu, teras dalam, dapur bergaya Eropa. Lebih lebar. Bisa saya katakan Kota tuanya Jawa Timur, ya Pasuruan,” terang Ki Demang.  

Ia menjelaskan soal apa yang sudah ia lakukan untuk Kota Pasuruan saat itu. Yakni membuat kajian dan master plan soal Kota Pusaka. Mulai dari kajian cagar budaya, warisan budaya tak benda dan juga tata ruang kawasan cagar budaya (saujana).

Soal warisan budaya tak benda, Kota Pasuruan punya banyak potensi yang bisa dilestarikan. Seperti Kotekan Lesung, Silat Kuntu Mancilan, Jamu Kebonagung, Tari Merak Abyor dan lainnya.

Artinya, dari sisi potensi, sebenarnya Kota Pasuruan memiliki wisata Heritage yang mampu dikembangkan dan diintegrasikan. Diperlukan legacy dan hak cipta terhadap potensi budaya tak benda yang dimiliki.

Isa alias Ki Demang kemudian memberikan alternatif solusi yang mungkin bisa menjadi rekomendasi untuk Pemkot Pasuruan dalam mengembangkan wisata heritage. Pertama, perlu dibentuk tim ahli cagar budaya (TACB) yang baru dengan SK Walikota.

Tentu, TACB ini bukan orang sembarangan. Mereka sudah teruji dan sudah mendapatkan sertifikasi dari BSNP. TACB bisa diusulkan oleh Pemkot melalui dinas terkait ke Provinsi. Atau juga bisa diusulkan ke Pemerintah pusat.

Atau jika dianggap proses penentuan TACB terlalu lama, maka Pemkot Pasuruan boleh meminta jasa dari TACB dari kota lain atau dari Provinsi yang sama.

Kedua, setelah mendapat SK Walikota, TACB bisa berproses dan bekerja. Diantaranya melakukan kajian, menginventarisasi data/aset dari obyek yang diduga sebagai cagar budaya (ODCB).

Ketiga, mengklasifikasikan ODCB. Mana yang menjadi milik pribadi (swasta), milik BUMN, yayasan, atau ODCB tak bertuan (jika ada). Ini harus jelas. Bagi ODCB yang tak bertuan, maka Pemkot Pasuruan bisa mengakuisisi menjadi milik Pemerintah.

Keempat, menentukan kreteria-kreteria mana yang memenuhi syarat sebagai cagar budaya. Ingat cagar budaya bukan hanya bangunan, tetapi juga benda, struktur atau situs dan juga kawasan (zonasi) yang memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 dan Perda yang ada.

Kelima, dari hasil kajian tersebut, TACB kemudian merekomendasikan kepada Walikota terhadap hasil ODCB. Sekali lagi ini masih diduga. Belum sebagai cagar budaya. Sehingga kemudian dilakukan upaya untuk berkomunikasi dan koordinasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama.

Keenam, setelah jalinan komunikasi terjalin baik, termasuk soal kewengan, hak dan kewajiban (benefide) antara pihak Pemkot dengan pemilik bangunan, maka dilakukan penetapan oleh Pemerintah setempat (Pemkot Pasuruan) sebagai Obyek Cagar Budaya (OCB).

Ketujuh, penetapan ODCB menjadi OCB bisa dilakukan bertahap tiap tahun. Sebagai gambaran di Kota Malang, TACB menetapkan bertahap. Pada 2021 menetapkan sebanyak 60 CB. Lalu, 2022 menetapkan 30 CB dan 5 CB pada tahun 2023.

“Biasanya dalam banyak pertemuan dengan pemilik ODCB pasti pertanyaan yang muncul adalah, apa yang bisa diberikan Pemerintah kepada kami sebagai pemilik bangunan. Iya, kan? Ini mungkin wajar,” cetusnya.

Yang perlu ditekankan kepada Pemerintah daerah, soal kewenangan Pemda untuk mensosialisasikan UU pelestarian cagar budaya. Berikut Perda dan Perwalinya. Ini harus dipahamkan dulu kepada semuanya.

Termasuk pemilik bangunan ODCB. Dan yang terpenting ditekankan, bahwa merawat dan melestarikan cagar budaya menjadi kewajiban pemerintah dan juga swasta sebagai pemilik bangunan.

“Pastikan kalau bangunan yang bersangkutan jika sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, tidak hilang hak kepemilikannya. Boleh disewakan atau diperjualbelikan. Boleh dibuat usaha seperti café, restoran, hotel, jualan souvenir atau produk khas atau usaha lain yang sah. Boleh juga direhap dan direnovasi. Asal tidak merusak atau menghilangkan ciri khas cagar budayanya. Dan tidak merusak gambar teknis asli bangunan,” tegasnya.

Kemudian lanjutnya, Pemkot memberikan penawaran kemanfaatan (benefid) yang bisa dijadikan pijakan terhadap pemilik swasta. Misalnya soal diskon atau insentif pajak.

Bisa 50 persen atau lebih. Insentif renovasi (dicat) atau dipercantik. Bisa juga akses mendapatkan CSR. Bisa juga menggratiskan IMB.

Atau jika belum disertifikatkan, Pemkot membantu mensertifikatkan. Dan beberapa benefid lain yang sama-sama tidak memberatkan kedua belah pihak.

Lantas, bagaimana jika ada orang yang sudah ditetapkan dalam OCB, namun tanpa sepengetuan Pemkot melakukan penghancuran atau bangunannya dirobohkan?

Menurut Ki Demang, maka Pemkot bisa saja tidak mengeluarkan IMB untuk orang tersebut dalam mendirikan bangunan baru di lahan itu.

“Peringatan atau sanksi itu kalau bisa tertuang dalam Perda atau Perwalinya. Karena ada niatan merusak bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Padahal kita seharusnya sama-sama melindungi dan melestarikan bangunan tersebut,” cetusnya.

Begitu ribetnya dalam penentuan Obyek Cagar Budaya. Maka sudah seyogyanya, semua pihak bisa mengawal ide besar Pemkot Pasuruan ini dalam mengembangkan wisata Heritage menjadi wisata terintegrasi dengan yang lain. (mh)

Sumber: