Mengawal Ide Besar Pemkot Pasuruan dalam Mengembangkan Wisata Heritage Terintegrasi
Tulisan besar "PASURUAN HERITAGE" terpampang jelas di Simpang Empat Apotik di Jl Pahlawan Kota Pasuruan -Muhammad Hidayat-
Oleh: Muhammad Hidayat
Artikel ini berangkat dari sebuah papan besar bertuliskan “Heritage Pasuruan”. Tulisan berukuran jumbo itu terpampang jelas di Simpang Empat Apotik, Jalan Pahlawan Kota Pasuruan.
Dua kata ini seolah menggambarkan bahwa Kota Pasuruan bakal mengangkat wisata heritage sebagai alternatif untuk melindungi dan melestarikan cagar budaya.
Sekaligus wisata Heritage bisa menjadi salah satu ide besar Pemkot Pasuruan dalam mengungkit perekonomian dan kesejahteraan warganya.
Namun, jika dikaji lebih jauh, ternyata wisata Heritage menjadi salah satu dari 10 program super prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pasuruan 2021-2026. Dari 10 program prioritas itu, Heritage masuk pada poin 3 dalam penjabaran Visi-Misi kepemimpinan periode Gus Ipul – Mas Adi.
Khususnya pada tagline: Maju Ekonominya. Dalam poin 3 disebutkan adanya pengembangan wisata terintegrasi (religi, heritage, edukasi, dan kampung tematik).
Berangkat dari program super prioritas dalam RPJMD selama 6 tahun ini saja sudah jelas, jika wisata Heritage menjadi primadona dan harus diseriusi Pemkot Pasuruan. Siapapun pemimpinnya kelak. Bisa Gus Ipul lagi, atau bukan Gus Ipul yang menjadi Walikota kembali.
Artinya wisata terintegrasi harus tetap sustainability programme development (Pengembangan program berkelanjutan).
Arti terintegrasi dalam pengembangan wisata tersebut, tentunya harus inline atau menyatukan antar wisata lainnya. Saat ini yang sudah terbangun di Kota Pasuruan - bahkan mendekati sempurna adalah pengembangan wisata religi.
Yakni dengan dibangunnya Payung Madinah. Lokasinya strategis. Berada di Alun-Alun Kota atau di dekat makam Almaghfurlah KH Abd Hamid.
Wisata edukasi bisa merujuk pada museum yang dimiliki P3GI sebagai pusat penelitian gula tertua di Indonesia. Juga wisata edukasi sejarah pahlawan di Petilasan Untung Suropati dan edukasi di sarana pendidikan lainnya.
Selanjutnya, integrasi dengan kampung tematik bernuasan Makkah di Krampyangan. Tahun ini, rencananya bakal memasuki masa lelang dan pembangunan. Serta Kampung Tematik Arofah yang berkelanjutan akan dibangun di dekat pesisir pelabuhan untuk menarik minat pengunjung wisata.
Nah, wisata Heritage menjadi ide besar Pemkot Pasuruan yang bakal diintegrasikan. Tentu, ini bukan pekerjaan mudah. Sebab, wisata Heritage memiliki karakteristik tersendiri.
Salah satunya diungkap dalam Peraturan Daerah Kota Pasuruan Nomor 24 Tahun 2012 yang kemudian diubah dalam Perda Nomor 3 Tahun 2019.
Pada Bab III dalam Perda tentang Kriteria Cagar Budaya. Pada Bagian Kesatu (Benda, Bangunan, Dan Struktur), khususnya pada pasal 5 disebutkan; Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut; Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih.
Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
Dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Tentu dibutuhkan tim ahli cagar budaya (TACB) yang sudah bersertifikasi untuk menterjemahkan kreteria-kreteria tersebut.
Cagar Budaya sendiri menurut peneliti gabungan dosen ITN Malang; Anastasius Yohanes Nahak Asuri, Dr Ir Agustina Nurul Hidayati MTP2, Ardiyanto Maksimilianus Gai dalam sebuah penelitiannya menyebutkan, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan, berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,
dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya, karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (Arahan Pengembangan Bangunan Bersejarah sebagai Obyek Wisata Heritage di Kota Pasuruan-Jawa Timur: 2020).
Penelitian Agustina dkk ini juga mengacu pada UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Pemerhati Sejarah Kota Pasuruan, Agus Subagyo menaruh harapan besar agar Heritage Kota Pasuruan bisa berkembang. Sebagai pembuat Lambang Kota Pasuruan yang kini sudah berusia 93 tahun, Agus masih ingat betul bagaimana sejarah Kota Pasuruan sejak zaman kolonial Belanda.
Misalnya, ketika Belanda menjadikan pelabuhan Tanjung Tembikar sebagai sarana perdagangan untuk mencari rempah-rempah.
“Dulu juga ada jam besar di perempatan Apotik yang menuju Pelabuhan. Tapi ndak tahu lagi kemana. Perahu-perahu zaman Belanda saat itu bisa masuk sampai ke sungai Gombong. Dulu sungainya masih lebar. Ada banyak bangunan-bangunan tua bersejarah di Pasuruan. Seperti gedung Harmony. Dari dulu namanya memang Harmoni,” ujar Agus Subagyo yang saat itu didampingi puteranya, Teguh Nuswantoro saat ditemui pada 23 Maret 2024.
Agus merupakan kelahiran Pasuruan. Rumahnya dulu di Jl Slagah. Kini ia bersama puteranya bermukim di Jl Sulfat Indah I/98 Kota Malang.
Ada yang menarik dari pembicaraan Sejarawan dan Teguh yang juga arsitek ini. Menurut Teguh, Kota Pasuruan sebenarnya bisa menjadikan kawasan Heritage seperti halnya Kayutangan Kota Malang.
Tentu ini juga bisa menjadi kajian serius tim ahli cagar budaya nantinya. Di Kayutangan, selain banyak bangunan bersejarah yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, suasananya sudah banyak berubah.
Rekayasa lalu lintas dari Dinas Perhubungan dan bersama Kepolisian ditata sedemikian rupa. Banyak event malam hari.
Wisatawan yang ingin merasakan suasana malam, seperti jalan-jalan di Malioboro. Sehingga kawasan ini benar-benar terjaga.
“Jika anda lihat saat weekend di Kayutangan sangat ramai. Terus anda bisa lihat satu bangunan Heritage. Namanya Fayalette di Rajabali. Bangunan heritage yang tetap dijaga keaslian sejarahnya. Direnov sedikit sebagai sebuah café. Sehingga orang yang makan-minum disitu seolah punya kebanggaan tersendiri,” ucapnya.
Mungkin kalau di Kota Pasuruan, kawasan Kayutangan bisa diidentikkan dengan Jalan Pahlawan. Dulu ketika jaman Belanda, jalan ini dinamakan Heerenstraat atau jalan para tuan.
Jalan ini juga menjadi tempat tinggal para petinggi atau nonik-nonik Belanda. Hal itu bisa terlihat dari gaya arsitektur perumahan Belanda yang kini menjadi perumahan P3GI.
Walikota Pasuruan, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dalam sebuah kesempatan bersama awak media pada 6 April 2024 menyampaikan soal ide besar mengembangkan wisata Heritage.
“Disini banyak sekali Heritage. Ingin kami hidupkan itu. Menghidupkan suasana masa lalu. Kita mulai dari P3GI, Rumah Singa, Harmony dan lainnya. Kita ingin menghidupkan dari Kota kita. Kita mengimbau kepada masyarakat yang memiliki aset-aset Heritage untuk bekerjasama dengan Pemerintah Kota supaya bisa menjaga dan melestarikan bangunan yang punya nilai sejarah,” ungkap Gus Ipul.
Ide besar Gus Ipul ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang serius buat Pemkot Pasuruan. Dibutuhkan formula yang tepat dalam mengembangkan konsep Heritage ke depan. Karena heritage adalah ilmu spesifik, maka tentu dibutuhkan tim ahli yang spesifik pula.
Sementara dalam action plan biasanya Perda diterjemahkan oleh Perwali atau Keputusan Walikota Pasuruan. Ada beberapa Perwali yang sudah pernah diterbitkan Pemkot Pasuruan tentang Cagar Budaya. Misalnya ketika Kota Pasuruan dipimpin Setiyono pada 2018 lalu. Terbit Perwali soal Kota Pasuruan sebagai Kota Pusaka.
Kemudian saat Kota Pasuruan dibawah kendali Plt Walikota Raharto Teno Prasetyo. Pada 29 April 2020 juga menerbitkan Keputusan Walikota nomor 188/166/423.011/2020. Keputusan Walikota zaman Teno tersebut berisi tentang Penetapan Status Cagar Budaya Peringkat Kota Pasuruan.
Dalam Surat Keputusan Walikota zaman Teno tersebut memutuskan, bahwa status cagar budaya peringkat Kota Pasuruan ada 11 obyek. Berisi tentang a. Cagar Budaya, yaitu; Gedung Pancasila, Gereja St. Antonius Padova, Gedung Wolu, Klenteng Tjoe Tik Kiong,
Rumah Darussalam, Gedung SMK Unsur atau Gedung Harmonie, Stasiun Kota Pasuruan dan Markas Yon Zipur 10. Kemudian b. Kawasan Cagar Budaya disebutkan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Dan c. struktur Cagar Budaya disebutkan Alun-Alun dan Taman Kota Pasuruan.
Sementara pada saat Kota Pasuruan dibawah kendali Gus Ipul-Mas Adi, juga mengeluarkan Keputusan tentang Penetapan Status Cagar Budaya Peringkat Kota Pasuruan. Keputusan Walikota itu tertuang dalam nomor 188/120/424.011/2021 yang ditandatangani Saifullah Yusuf pada 21 Mei 2021.
Dalam Keputusan Walikota saat ini memutuskan Status Cagar Budaya Peringkat Kota Pasuruan hanya 5 obyek. Yaitu; SDN Pekuncen, Rumdin Wakil Walikota, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat PNIEL, SMPN 2 dan Batalyon Zipur 10 Kompi Bantuan Pasuruan.
Hampir semua Keputusan Walikota antar periode ini didasarkan oleh kajian Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur. Saat itu, TACB merekomendasikan kepada Walikota Pasuruan tentang kajian ODCB untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Tentu kita tidak sedang berdebat soal berbedanya hasil Keputusan Walikota tersebut. Karena semua berdasarkan hasil kajian dari tim ahli. Mereka punya kajian tersendiri. Toh, kajian itu juga bisa berkembang lagi, jika ada goodwill dari Walikota untuk menunjuk TACB lagi di masa mendatang.
Saat studi banding di kawasan Kota Lama Semarang pada 5-7 Maret 2024 lalu, tim media dan Dinas Kominfotik Kota Pasuruan ditunjukkan betapa indahnya wisata Heritage Kota Lama Semarang. Kawasan ini bahkan sudah memasuki tentative list untuk masuk menjadi Wordl Heritage Unesco.
Bahkan, beberapa eventnya juga sudah masuk menjadi calender of event nasional dari Kemeterian Pariwisata dan Ekraf. Seperti event Festival Kota Lama.
Koordinator Sejarah dan Cagar Budaya pada Dinas Pariwisata Kota Semarang, Haryadi Dwi Prasetyo menuturkan beberapa poin penting sebagai motivasi Kota Pasuruan dalam mengembangkan wisata Heritage.
“Di Semarang ini sudah lama dibentuk BP2KL atau Badan Pengelola Kawasan Kota Lama. Kita dari Dinas Pariwisata bersinergi dengan BP2KL dalam mengembangkan dan mempromosikan wisata Kota Lama Semarang agar terus ramai wisatawan,” cetus pria yang akrab disapa Hary ini.
Data yang didapat dari Disparta Kota Semarang menunjukkan peningkatan kunjungan wisatawan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada 2016, kunjungan wisataan nusantara mencapai 4.605.570 orang.
Sementara wisatawan mancanegara (turis) mencapai 55.265. Sehingga pada 2016 jumlah total kunjungan wisawatan mencapai 4.660.835.
Kemudian pada 2017, jumlah wisatawan baik lokal maupun turis meningkat menjadi 5.024.476. Lalu pada 2018, jumlah wisatawan lokal dan turis meningkat lagi menjadi 5.769.387. Dan puncaknya, pada 2019 atau sebelum tragedi Covid 19, jumlah wisatawan bisa mencapai 7.305.559.
Baru saat Covid pada 2020 dan 2021. Angka wisatawan menurun tajam menjadi 3.266.931 dan 2.663.761. Kemudian mulai bangkit kembali pada 2022 menjadi 5.343.151. Dan pada 2023, jumlah kunjungan wisatawan hampir pulih dengen menyentuh angka 6.492.875.
“Tapi untuk mendapatkan jumlah wisawatan itu tidak mudah. Butuh perjuangan ekstra,” cetusnya sambil tersenyum.
Perjuangan ekstra yang dimaksud Hary tentu saat mengawali untuk mengubah Kota Lama. Mereka harus berjibaku untuk meyakinkan para pemilik bangunan swasta (perorangan) agar mau ditetapkan sebagai obyek Heritage.
Selain itu, bersama BP2KL harus membangun kesadaran kepada seluruh elemen masyarakat bahwa Kota Lama harus berubah. Berubah menjadi lebih baik.
Awalnya Kota Lama Semarang dikesankan sebagai Kota Gela. Banyak prostitusi, premanisme, bangunan tidak terawat dan penuh misteri.
Sumber: