Sosok Mami Tak Tersentuh, Oknum Satpol PP Gresik Tuntut Keadilan

Sosok Mami Tak Tersentuh, Oknum Satpol PP Gresik Tuntut Keadilan

JPU Paras Setio saat menunjukkan foto mami kepada saksi Brian saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Gresik beberapa pekan lalu-Danny-

GRESIK, MEMORANDUM - Sidang kasus peredaran narkotika jenis sabu-sabu dan pil ekstasi yang menyeret oknum ASN non aktif Satpol PP Gresik, Saiful Mubarok, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Gresik.

Selama proses sidang hingga sampai Pledoi nota pembelaan, atas tuntutan 12 tahun penjara, denda Rp 1, 5 M subsider 1 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Nama Mami yang merupakan atasan terdakwa dan yang memerintahkan terdakwa membeli Narkotika jenis sabu dan pil Ekstasi juga atas perintah Mami tidak tersentuh.

Sejauh ini, Mami tidak pernah dihadirkan dalam proses persidangan yang kurun waktu berjalan 3 bulan sejak awal persidangan pada Februari 2024 lalu.

Hal tersebut disampaikan dalam proses sidang Pledoi atau nota pembelaan dari Penasehat hukum terdakwa Jozua AP Poli. Bahwa terdakwa merupakan anak Buah Mami dengan nama Sayyidatul Fakhriyah, bukan pelaku utama peredaran sabu di lingkungan Satpol PP Gresik.

"Bahwa dengan demikian kedudukan terdakwa bukanlah pelaku utama, namun sebagai Pelaku Pembantu sehingga bila kita mengingat kembali Teori dalam Hukum Pidana terdapat Postulat yang berbunyi: “juri non est consonum quod aliquis accessories in curia regis convincatur antequam aliquis de facto fuerit attinctus”yang artinya pelaku pembantu tidak boleh diadili sebelum pelaku utama terbukti bersalah," terangnya dihadapan majelis hakim.

Berdasarkan analisa yuridis, tuntutan yang telah disampaikan oleh JPU, sangat merugikan dan menciderai rasa keadilan di masyarakat. Karena sebagai perbandingan saksi Bryan Dodik Prasetyo telah dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 1,5 M oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

"Di samping itu rekan-rekan terdakwa yang bekerja di lingkungan Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gresik, yaitu, Sayyidatul Fakhriyah, alias Mami, alias Meme alias Novi, Yoni Suharjono, Andri Isharianto alias Jeral, Siswahyudi dan saksi Anton Hilman. Semuanya tidak pernah diproses pidana, padahal dalam sidang pemeriksaan terdakwa dalam rekaman video di hp milik terdakwa, terlihat jelas semuanya melakukan pesta narkoba di ruangan Mami," terang dia.

Baginya, hal tersebut suatu ketidakadilan proses hukum yang berjalan. Pasalnya, Mami tidak pernah dimunculkan dalam persidangan. Baik di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), maupun di surat dakwaan, hingga tuntutan.

“Surat dakwaan dan tuntutan dari JPU hanya dijatuhkan kepada terdakwa saja, tidak pada seluruh pihak yang terlibat dalam peredaran narkoba di lingkungan Dinas Satpol PP Gresik,” jelasnya.

"Padahal rangkaian permasalahan bila dicermati secara utuh dan mendalam melibatkan Saksi Bryan Dodik Prasetyo alias Tole, sebagai penjual Narkoba, Sayyidatul Fakhriyah, alias Mami alias Meme alias Novi, sebagai pembeli dan pemilik Narkoba, serta Yoni Suharjono, Andri Isharianto alias Jeral, Siswahyudi dan Saksi Anton Hilman, serta Terdakwa sebagai Pemakai Narkoba," paparnya.

Untuk itu, jika majelis hakim yang diketuai Sarudi, beranggota Bagus Trenggono, dan Arie Andhika Adikresna, mencermati dengan seksama persoalan kasus tersebut. Maka, Sayyidatul Fakhriyah, alias Mami alias Meme alias Novi memiliki peran yang cukup penting untuk memerintahkan terdakwa membeli narkoba pada saksi Bryan Dodik Prasetyo alias Tole.

"Hal ini disebabkan karena Sayyidatul Fakhriyah, memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi, serta menentukan untuk mengambil keputusan yang strategis di lingkungan Dinas Satpol PP Gresik. Sehingga terrdakwa merasa dilindungi dan di-back up bila melakukan transaksi narkoba dengan saksi Bryan," jelasnya.

Selain itu, lanjut Jozua, terdakwa juga tidak memiliki uang yang cukup melimpah untuk membeli narkoba jenis sabu dan pil Ekstasi yang mencapai belasan juta rupiah.

"Terbukti dalam persidangan semua uang untuk membeli narkoba berasal dari Sayyidatul Fakhriyah, alias Mami alias Meme alias Novi," lanjutnya.

Bahwa dalam dalam kenyataannya Sayyidatul Fakhriyah, juga tidak pernah dimunculkan secara jelas dan terang benderang, untuk menyingkap kasus perdaran Narkoba di lingkungan Dinas Satpol PP Gresik. Baik dalam BAP di Ditresnarkoba Polda Jatim, maupun dalam surat dakwaan dan surat penuntutan yang dibuat oleh JPU Kejari Gresik.

Padahal, dalam persidangan pemeriksaan saksi Bryan Dodik Prasetyo alias Tole, dan saksi Anton Hilman serta keterangan terdakwa, dengan sangat jelas terungkap keterlibatan aktif Sayyidatul Fakhriyah.

"Akan tetapi dalam surat penuntutan, JPU kembali mengulang materi dalam surat dakwaan yang hanya menyebutkan nama Mami saja. Padahal, keterangan saksi Bryan Dodik alias Tole, Anton Hilman, serta keterangan terdakwa sudah cukup gamblang menjelaskan siapa sosok Mami yang sebenarnya," urainya.

"Bahwa dengan tidak dimunculkannya Sayyidatul Fakhriyah, alias Mami alias Meme alias Novi jelaslah JPU dengan sengaja melanggar asas “Equality Before The Law” yang bermakna setiap individu memiliki kesamaan kedudukannya di depan hukum," tandasnya.

Jozua menambahkan, bahwa terdakwa mengakui perbuatannya menyimpan dan memakai narkoba jenis sabu, yang sangat meresahkan masyarakat. Namun, di sisi lain, hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu, bahwa selama persidangan hingga menjelang putusan, terdakwa selalu menjunjung tinggi persidangan, bersikap sopan dan selalu tunduk pada hukum sebagai perwujudan dari rasa penyesalannya yang mendalam.

"Terdakwa juga belum pernah dihukum dan memiliki keluarga dengan tiga orang anak yang masih butuh peranan terdakwa sebagai tulang punggung keluarga. Kami mohon Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik yang memeriksa dan mengadili perkara pidana aquo berkenan mempertimbangkan Nota Pembelaan (Pledoi) dan memberikan putusan yang sesuai hati nurani kepada Terdakwa," tambahnya.

"Apabila Majelis Hakim tidak sependapat, maka mohon hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya dan semoga dalam menjatuhkan putusan kiranya Majelis Hakim lebih arif dan bijaksana dalam mengambil suatu keputusan," pungkasnya.

Sebelum sidang ditutup, terdakwa Saiful Mubarok menyampaikan kepada Majelis Hakim, akan menghormati proses hukum.

“Saya hormat putusan nanti, namun saya minta putusan itu mempertimbangkan faktor pekerjaan dan kemanusiaan," tuturnya dengan menyesal.

Hakim Ketua Sarudi akan melakukan musyawarah. Untuk melakukan putusan kepada terdakwa. "Sidang kami tutup dan dilanjutkan putusan tanggal 17 April 2024," ujarnya.(fdn)

Sumber: