Dakwaan Dianggap Kabur, Terdakwa Tipikor Minta Bebas

Dakwaan Dianggap Kabur, Terdakwa Tipikor Minta Bebas

Kuasa Hukum terdakwa, Sumardan saat memberikan keterangan-Biro Malang-

MALANG, MEMORANDUM - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada pengelolaan uang anggaran proyek Puskesmas Bumiaji, Kota Batu Tahun anggaran 2021, Angga Dwi Prasya mengaku keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (PJU).

Karena itu, dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor, Surabaya Selasa 02 April 2024, ia mengajukan eksekpsi atau keberatan. Pasalnya, dakwaan dianggap kabur karena angka dugaan penyelewengan tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma)

"Kalau di Perma, nomor 1 Tahun 2020, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kategori paling ringan, Rp.200 juta. Sedang klien kami, setelah diaudit, dugaan menyalahgunakan  Rp. 197.491.826,66. Kemudian, melakukan pengembalian dan menyisakan Rp. 118.105.985,67. Masih di bawah ketentuan Perma," terang Kuasa hukum Terdakwa, Sumardan, SH saat memberikan keterangan pers kepada media, Selasa 02 April 2024.

Dalam kasus ini, kata dia, seharusnya jaksa mengedepankan pada pengembalian kerugian negara. Semestinya yang diminta masalah pengembalian, bukan menghukum orang. Padahal sudah diajukan penggantian uang kerugian negara, tapi ditolak.

BACA JUGA:PN Tolak Gugatan Praperadilan Kasus Pembangunan Gedung Puskesmas Bumiaji

Dengan fakta tersebut, secara langsung, tidak terpenuhinya syarat yang ditentukan oleh ketentuan hukum. Sehingga dakwaan jaksa penuntut umum dinyatakan batal demi hukum.

"Klien kami, menuntut pembebasan dirinya dan pengadilan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya semula," lanjut Mardhan.

Sebelumnya, dari surat edaran Kejaksaaan Negeri Kota Batu kerugian negara sekitar 300 juta lebih. Setelah diaudit hanya sekitar 197 juta-an. Dan kemudian sudah dikembalikan 79 juta sehingga tersisa 118 juta.

Direktur CV Punakawan ini,  diidakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara hingga lebih dari 300 juta rupiah, ancaman hukuman 4 tahun penjara.(edr)

Sumber: