Dieksploitasi Pengusaha Nakal, Warga Lima Dusun Tutup Sumber Air
Mojokerto, memorandum.co.id - Keberadaan pengusaha nakal yang diduga mengeksploitasi sumber mata air di lereng Gunung Welirang, memantik keresahan warga Dusun Kambengan, Desa Cempoko Limo, Kecamaran Pacet, Kabupaten Mojokerto. Karena itu, warga yang mengatasnamakan Paguyuban Petani berunjuk rasa di sumber mata air tersebut, Kamis (16/1) pagi. Mereka memprotes oknum pengusaha yang mengkomersilkan air yang bersumber dari lereng Gunung Welirang tersebut. Bahkan, aksi yang dipimpin Kades setempat, Mahfud Sulaiman, warga terpaksa harus mengusir sejumlah truk tangki dari tempat pengisian air diduga milik mantan bupati Lamongan. Warga juga menyegel pintu masuk. Langkah itu sebagai bentuk kegeraman warga lantaran air yang kesehariannya digunakan pengairan sawah dan kebutuhan warga, kian menyusut. Hanya saja dalam aksi tersebut, tak ada pengawalan satu pun dari petugas kepolisian. "Kami ingin semua air yang dikomersilkan ini ditutup semua,"ungkap Asmuji, salah seorang warga. Menurut dia, warga desa setempat resah dengan keberadaan sumber mata air milik negara tersebut dikomersilkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Sementara, kebutuhan air untuk warga tak tercukupi. Jangankan, untuk pengairan persawahan, untuk kebutuhan sehari-hari saja mengalami penyusutan."Kalau seperti ini,warga yang dirugikan," yandas dia. Bagaimana tidak? Warga setempat yang menjadi lokasi sumber air malah kesulitan air karena menjamurnya tempat pengisian air tangki untuk dikomersilkan ke sejumlah daerah. Seperti, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan kota-kota lain. Apalagi, eksploitasi air di desa setempat tidak hanya satu titik saja, tapi ada empat titik dengan pemilik berbeda. "Kalau seperti ini caranya, warga sini dijajah,"imbuh Paimin, warga lain. Apalagi, dari empat titik tersebut, tiga di antaranya tidak memiliki izin. Mereka seenaknya sendiri menjual air pegunungan tersebut. Salah satu di antaranya diduga milik mantan Bupati Lamongan. Setiap hari, puluhan truk tangki datang untuk membeli air di tempat pengisian yang berada di depan villanya. Air yang mengalir deras tersebut, setiap hari mampu menghasilkan 50 truk tangki dengan kapasitas 5.000 liter. Dengan harga per tangki dijual Rp 20 ribu. Sebaliknya, untuk pengisian yang dikelola pemerintah desa atau bumdes malah menyusut. "Sumber air banyak ditampung pengusaha. Sedangkan yang menyalur ke desa sedikit. Ini kan tidak benar,"papar dia. Sementara, Sopir truk tangki, Husain, tak mempermasalahkan penutupan sumber air oleh warga. Hanya saja, pihaknya meminta warga harus menutup keempat titik pengisian air yang dikomersilkan tersebut. "Kalau ditutup. Ya harus ditutup semua biar tidak ada kecemburuan sosial," ujar dia.(no/dhi)
Sumber: