Pengamat Nilai Jokowi Terseret Toxic Relationship
Peneliti senior dari Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdus Salam --
SURABAYA, MEMORANDUM - Peneliti senior dari Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdus Salam berpendapat bahwa saat ini sedang terjadi toxic relationship di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
toxic relationship tersebut yakni, adanya keterpengaruhan orang di sekitar Jokowi di masa kepemimpinan orde baru ini. Misalnya, Prabowo Subianto yang menginginkan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi wakilnya.
“Ya sepertinya terlalu larut menikmati permainan kekuasaan elit hingga tak sadar terseret pelan-pelan arus yang membawanya pada pusaran kekuasaan elitis pragmatis,” kata Surokim, Rabu, 1 November 2023.
BACA JUGA:PDI-P Bantah Adanya Narasi Besar karena Jokowi
Menurut Surokim, kekuasaan yang harusnya berada di hati publik pelan-pelan coba diingkari oleh Jokowi. Sementara kekuasaan itu ada di hati masyarakat bawah dan itu bisa menjadi modal dalam menjaga marwah dan kehormataannya.
“Kekuasaan itu memang laksana candu, sehingga para penguasa cenderung untuk mempertahankannya dengan berbagai cara. Namun, bagi para negarawan kekuasaan itu hanyalah medium pengabdian yang terbatas ruang dan waktu,” tandas Wakil Rektor III Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.
“Jadi sebenarnya tak ada yang harus dipertahankan dengan mati-matian, dengan cara-cara yang melawan kepatutan dan kepantasan publik,” imbuh Surokim.
BACA JUGA:Kaesang Pangarep Jadi Ketum PSI, Relasi Jokowi-Megawati-PDIP Bisa Retak
Dia mengatakan, kekuasaan dalam keyakinan para pengabdi sejatinya lebih banyak dianggap sebagai medium latihan, cobaan dan hakikatnya uji konsistensi para pejabat terhadap virtue public (kebajikan publik).
“Manakala dalam menjalankan kekuasaan itu masih menggunakan logika dan istiqomah memperjuangkan virtue public, maka kuasa itu biasanya amanah dan maslahah. Demikian juga sebaliknya. Kita semua berharap Pak Jokowi bisa istiqomah berada kembali dalam mata dan hati rakyatnya,” tegas Surokim.
Menurutnya, pada akhir sesi periode pemerintahannya, Presiden Jokowi mulai menjauhi virtue public sehingga kian sulit menjaga jarak dengan kekuatan-keuatan pragmatis yang dulu pernah dia lawan. Hal itulah yang membuat Presiden Jokowi gamang memahani esensi virtue public.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Larang Social Commerce di Media Sosial
Surokim menambahkan, harus ada yang mengingatkan Presiden Jokowi agar bisa kembali istiqomah dalam menjaga nalar kekuasaan pro-publik.
Kembali lagi pada logika kekuasaan bersama wong cilik, bersama nalar publik dan tidak berada dalam zona nyaman memandang kekuasaan sebagai instrumen pribadi dan keluarga.
“Pak Jokowi sebagai anak kandung reformasi harus kembali ke esensi perjuangan reformasi dan jangan ikut arus pada perjuangan nilai yang bertentangan dengan semangat reformasi,” tuntas dia.(bin)
Sumber: