Swasembada Pangan Jatim di Ujung Tanduk, Setahun Menyusut 1.000 Hektare

Swasembada Pangan Jatim di Ujung Tanduk, Setahun Menyusut 1.000 Hektare

Surabaya, Memorandum.co.id - Jumlah lahan produktif di Jawa Timur semakin menyusut. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jawa Timur, penyusutan lahan produktif sekitar 1000 hektare per tahunnya. Bila tidak dikendalikan, swasembada pangan Jawa Timur berada di ujung tanduk. Sedangkan berdasarkan data, lahan produktif pada 2018 adalah 1.287.676,42 Ha dan menurun menjadi  1.278.078,83 Ha di tahun 2019. "Karena luas lahan kita berkurang otomatis produksi kita juga berkurang," kata Kepala DPKP Jatim Hadi Sulistyo, Kamis (2/1/2020). Dikatakan Hadi dari luas areal persawahan ini, luas panennya sekitar 1,8 juta hektar. Ini karena sebagian sawah mengalami dua kali masa tanam. Mengantisipasi semakin menyusutnya areal persawahan, Hadi berupaya mengatasinya dengan pembatasan pemakaian lahan produktif untuk kepentingan non pertanian. Pihaknya juga terus mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk segera menerbitkan perda LP2B (lahan pertanian dan pangan berkelanjutan). [penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="baca juga" background="" border="" thumbright="no" number="4" style="list" align="left" withids="" displayby="tag" orderby="rand"] Sampai saat ini, kurang dari setengah kabupaten dan kota di Jatim yang memiliki perda tersebut. “Baru 14 kabupaten/kota yaitu Tulungagung, Ngawi, Kota Batu, Bangkalan, Mojokerto, Madiun, Malang, Gresik, Probolinggo, Lamongan, Trenggalek, Situbondo, Sumenep, dan Lumajang.,” terangnya. Hadi menjelaskan perda LP2B ini menjadi rambu-rambu hilangnya lahan produktif untuk kepentingan non pertanian. “Jadi pembangunan tidak boleh ke daerah (lahan, red) yang produktif. Jika ditemukan, bisa dituntut karena sudah ada pemetaannya,” pungkas dia. Sebenarnya kasus tersebut berlaku nasional. Tidak hanya di Jawa Timur saja. Ini ditegaskan oleh Ali Fahmi, Ketua Departeman Konsolidasi Organisasi Nasional Serikat Petani Indonesia. Dikatakan Ali, ada beberapa factor yang mempengaruhi penurunan ini. “Industrialisasi dan pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol menjadi salah satu penyebab berkurangnya lahan persawahan ini,” kata Ali. Ditambahkan pula, faktor lainnya adalah dari sisi petani. Banyak petani yang akhirnya meninggalkan mata pencahariannya karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Termasuk juga tidak ada regenerasi dari kalangan petani,” tegas pria asal Tulungagung ini. (why/rif/gus)

Sumber: