Penderitaan di Balik Perkawinan tanpa Restu Orang Tua (1)

Penderitaan di Balik Perkawinan tanpa Restu Orang Tua (1)

Suami Suka Kelayapan, Tega Bersikap Kasar kepada Anak-Istri Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Beni (25, bukan nama sebenarnya) setiap malam selalu menghilang dari rumah. Warga Waru ini kelayapan dari satu tempat hiburan ke tempat hiburan lain tanpa lelah. Istrinya, sebut saja Anjar (23), tidak bisa berbuat banyak. Perempuan berambut lurus dan berponi itu bersandar jok motor yang diparkir di halaman Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa saat lalu. Pandangannya menyapu sekitar, yang ramai oleh lalu-lalang pengunjung PA. ‘’Damput. Bajingan itu tidak nongol lagi,” katanya ketus. Rupanya kalimat itu ditujukan kepada Beni. “Sabar, Mbak. Yang penting prosesnya cepet selesai. Biarkan dia nggak datang, nggak ngaruh,” kata gadis berambut pendek di sampingnya. Rupanya sang adik. Memorandum yang cukup lama berdiri tidak jauh dari Anjar banyak mendengar cerita dua orang ini. Mulai Anjar yang mengeluhkan hubungannya dengan Beni, permasalahan yang muncul di keluarga mereka, hingga terjadi perceraian di antara keduanya. Kata Anjar kepada adiknya, mulanya dia tidak tahu alasan Beni meninggalkan rumah. Hampir setiap malam selepas Magrib. Ketika ditanya, jawabannya hanya singkat, cari angin. Sehari-dua hari Anjar mencoba memaklumi. Tapi karena kebiasaan itu dilakukan tanpa mengenal jeda, dia mulai bertanya dengan kasar: ke mana saja sebenarnya Beni kelayapan setiap malam. Tidak diduga, Beni pun menjawab kasar. Dia mengaku tidak bisa beristirahat di rumah karena anak mereka selalu rewel. Menangis sepanjang malam. Namun, alasan ini dianggap mengada-ada, karena faktanya anak mereka yang memang masih bayi tidak serewel yang dikatakan Beni. Masalah ini akhirnya menjadi masalah laten dalam rumah tangga mereka. Dampak negatifnya melebar. Jika mulanya Beni keluar rumah setelah Magrib dan pulang tengah malam, kini semakin nggladrah. Tak jarang dia pulang menjelang pagi, bahkan menginap entah di mana. Piring terbang, sepatu terbang, hingga kursi terbang menjadi pemandangan yang biasa di rumah sederhana mereka. Personel HRD perusahaan rokok di Surabaya ini bahkan mulai tega menyakiti fisik istrinya. Kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) yang dilakukan Beni bahkan sempat sampai ke meja pengurus RT-RW. “Untung ae waktu iku gak tak lapurno pulisi (untung saja waktu itu tidak saya laporkan ke polisi),” kata Anjar kepada adiknya. Yang membuat Anjar tak bisa membendung amarah adalah kenyataan bahwa Beni tak hanya suka bermain kasar kepadanya, melainkan juga kepada anak mereaka. Bocah yang belum genap berusia setahun itu sering dibentak-bentak dan dijundu (kepalanya didorong dengan keras). Walau perilaku Beni sangat menyakitkan, Anjar mencoba memendam soal itu sendiri. Dia malu mengadu kepada orang tuanya karena mereka dulu tidak menyetujui hubungan Anjar vs Beni. Pemuda kampung sebelah ini dinilai ayahnya sebagai pembuat onar dan sering berganti-ganti pacar. “Play boy kacangan kok arep dirabi. Opo gak wedi digawe dulinan wong lanang ngono kuwi? (Play boy kelas kampung kok dijadikan suami. Apa tidak takut dipermainkan lelaki seperti itu?). Bapak dulu pernah ngendikan seperti itu,” tutur Anjar. (bersambung)  

Sumber: