Keluh Kesah Tahun Ajaran Baru

Keluh Kesah Tahun Ajaran Baru

Setiap tahun ajaran baru wali murid berkeluh kesah. Hal itu pernah saya rasakan. Bahkan sekarang ini, saya rasakan kembali. Anak saya menuju jenjang sekolah lanjutan tingkat atas. Sudah pasti anak pertama, kedua, dan ketiga ada pengalaman berbeda. Meski sebenarnya rasanya sama. Ribetnya luar biasa bukan. Memang itu kenyataan yang dihadapi setiap tahun ajaran baru. Pertama mencari sekolah pilihan. Apalagi sampai tak diterima di sekolah negeri. Masih belum selesai. Sekolah swasta, pasti ingin cari sekolah layak dan tentu butuh biaya tak sedikit. Setelah itu masih ada lagi. Tuntutan kurikukum baru setiap kali berganti kebijakan. Wali murid pasti akan ikut campur tangan. Setiap orang mungkin memiliki pengalaman berbeda. Tetapi beberapa keluh kesah umum yang bisa muncul selalu itu-itu saja. Kalau saya rangkum bisa seperti ini. Tidak jauh berbeda setiap ganti tahun. Setiap kali ada ajaran baru, wali murid mungkin merasa terbebani dengan perubahan kurikulum. Mereka perlu memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan ini agar dapat membantu anak-anak mereka belajar dengan baik. Perubahan kurikulum juga bisa berarti harus mempelajari metode pengajaran baru dan memahami materi yang berbeda. Lalu, ketidakpastian dalam metode pengajaran. Ajaran baru sering kali membawa metode pengajaran baru. Wali murid mungkin merasa khawatir tentang efektivitas metode pengajaran baru. Sebab, ini akan memengaruhi kemampuan belajar anak-anak mereka. Mereka mungkin merasa tidak memiliki cukup informasi atau pelatihan yang diperlukan untuk mendukung anak-anak mereka secara optimal. Tahun ajaran baru, sering kali memerlukan wali murid untuk terlibat dalam berbagai tugas tambahan, seperti mendukung anak-anak mereka dalam proyek-proyek khusus atau melibatkan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler baru. Ini dapat menyebabkan stres dan kelelahan tambahan bagi wali murid. Karena keterbatasan waktu dan energi. Belum lagi tahun ajaran baru dengan tuntutan yang tinggi. Ajaran baru mungkin menuntut standar yang lebih tinggi dari siswa dan wali murid. Wali murid bisa jadi merasa tertekan untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mencapai standar yang ditetapkan. Bisa juga khawatir jika anak-anak mereka mengalami kesulitan mengikuti perkembangan baru. Kadang juga merasa tidak memiliki komunikasi yang memadai dari pihak sekolah atau lembaga pendidikan terkait ajaran baru. Mungkin saja mereka merasa tidak mendapatkan cukup informasi tentang apa yang diharapkan dari lembaga pendidikan atau anak-anak mereka. Namun, yang paling penting untuk diingat bahwa setiap keluh kesah ini bersifat umum. Pengalaman setiap wali murid berbeda dengan setiap kurikulum dan akan bervariasi. Yang terjadi, meski selalu ada saja keluh kesah, tetap ada jalan keluar. Banyak wali murid yang beradaptasi dengan baik dengan ajaran baru. Dan mampu menghadapi tantangan yang muncul dengan kesabaran dan ketekunan. (*)

Sumber: