Mengejar Kesaktian, Menembus Tabir Dunia Antah Berantah (3)

Mengejar Kesaktian, Menembus Tabir Dunia Antah Berantah (3)

Nikah Sesama Teman setelah Kematian Pasangan Masing-Masing Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Setelah lulus SD kami menyebar. Ada yang masuk pondok pesantren. Ada yang masuk SMP swasta. Ada yang ke SMP negeri. Namun, ada juga yang hanya lulus SD dan langsung mendaftarkan diri sebagai tentara. Menjadi catam (calon tamtama). Hayong masuk pondok pesantren. Tapi bukan kemauan sendiri, melainkan dipaksa ayahnya yang modin kampung. Hayong diharapkan jadi guru ngaji, kiai, atau minimal pegawai KUA yang bisa mengawinkan orang. Sejak itu kami jarang bertemu. Terutama dengan Hayong. Kami hanya bertemu selama Ramadan karena pondok pesantren libur total. Dan setiap bertemu, Hayong tidak pernah bercerita apa pun selain tentang kesaktian. Kata Hayong, dia memiliki guru mengaji yang memiliki kesaktian tingkat tinggi. Guru tersebut, antara lain, bisa mengubah lembaran daun menjadi uang kertas, mengubah batu bata menjadi emas lantakan. Belakangan Memorandum baru menyadari kesaktian guru Hayong itu ternyata tak lebih dari ilmu sulap dan ilusi. Hayong mengaku mempelajari ilmu tersebut, tapi sampai kami bertemu terakhir sekitar 25 tahun lalu, dia belum bisa menguasai. Padahal, dia sudah menjalani ritual yang disyaratkan si guru. Yaitu, harus puasa ngebleng hampir setahun penuh, berbulan-bulan menjalani tirakat patigeni, dan tak terhitung membaca wirid. Sejak itu pula kami tidak pernah bertemu. Sama sekali. Sampai sekarang. Teringat masa-masa lalu itu, Memorandum akhirnya menyempatkan diri pulang kampung ke Mojokerto. Mencari taman-teman SD. Terutama Hayong. Setelah hampir seharian di Mojokerto, Memorandum tidak sengaja bertemu Udin di warung kopi Pasar Kliwon. Warung itu milik Rumiyati, teman SD juga. “Jadi, kamu sudah 25 tahunan tidak ketemu Hayong?” tanya Udin, yang brengosnya lebat dan kaku mirip sapu ijuk. Lucu, kayak sedang nyaponi bibirnya yang klomat-klamut. “Hayong sekarang sudah gini,” sela Nursiam, teman yang kebetulan ada di warug Rumiyati, sambil menemperlkan jari telunjuk di dahi dan menggeser-geserkannya maju mundur. “Masa?” tanya Memorandum tidak percaya. “Iya. Kondisinya tidak stabil. Kalau ketemu, tanyakan kepada Linda. Kau belum dengar ya, Linda jadi istri Hayong setelah kematian istrinya yang pertama,” kata Udin. Istri Hayong yang pertama meninggal karena kejatuhan pohon saat puting beliung. Ditambahkan Rumiyati bahwa Linda sempat menjadi pegawai negeri di Jogjakarta. Tapi, dia mengajukan pensiun dini setelah kematian suaminya. “Suami pertama Linda tepergok selingkuh,” tutur Rumiyati, yang menambahkan bahwa lelaki yang juga pegawai negeri itu terkena serangan jantung saat kamar hotel tempatnya berseligkuh digerebek. Linda ada di antara penggerebek itu. “Ayo kita ke sana (rumah Hayong vs Linda, red) bersama. Warungnya taktutupe disik,” kata Rumiyati sambil ngringkesi dagangan di meja dan menutup jendela-jendela. Belum selesai, tiba-tiba terdengar uluk salam, “Assalamualaikum…” Ternyata suara Linda. Dia muncul dari arah Jalan Mojopahit. Tangan kanannya membawa tas kresek besar. (bersambung)

Sumber: