Petani Lereng Kelud Geruduk Pemkab Blitar Minta Tertibkan Perusahaan Perkebunan yang Salahi Aturan

Petani Lereng Kelud Geruduk Pemkab Blitar Minta Tertibkan Perusahaan Perkebunan yang Salahi Aturan

Blitar, memorandum.co.id - Sejumlah massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Petani Mataraman (FPPM) serta masyarakat mendatangi Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Selasa (30/05/2023). Massa menuntut Pemkab bertindak tegas pada perusahaan pengelola perkebunan yang tidak sesuai aturan. Sebanyak empat truk datang ke Kantor Pemkab membawa massa aksi. Unjuk rasa kali ini mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisan dan Satpol PP. Setelah melakukan orasi, 20 perwakilan massa aksi diperkenankan masuk ke dalam Kantor Pemkab untuk melakukan audiensi. Di dalam, perwakilan massa yang tadinya berharap ditemui langsung oleh Bupati harus menelan kekecewaan. Pasalnya, diketahui Bupati Blitar, Rini Syarifah sedang berada di luar kota. Akhirnya massa hanya ditemui oleh Plt Kepala Dinas Perkim Adi Andaka, Plt Kepala Bakesbangpol Budi Hartawan, BPN melalui Kasi Sengketa Marsudi, Kabid Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Lucas Supriyatno, serta beberapa pihak terkait lainnya. Koordinator lapangan (korlap) aksi, Mohammad Trijanto dalam audiensi menyebut, dirinya mewakili para petani dan masyarakat dari Lereng Gunung Kelud meminta Pemkab menertibkan perusahaan pengelola perkebunan yang menyalahi aturan. "Saya anlogikan, bagaimana jika izinnya membangun sarana pendidikan, tapi malah dibangun tempat karaoke, apakah boleh? Perusahaan perkebunan ini izinnya menaman tanaman tegakan seperti kakao dan cengkeh, faktanya malah ditaman melon, tebu, jagung, dan nanas," ungkapnya. Trijanto mengatakan, perilaku perusahaan pengelola perkebunan ini dapat membahayakan lingkungan yang berimbas pada masyarakat sekitar. Menurutnya, jika sudah kedapatan menyalahi izin, maka dapat dilakukan pencabutan atas izin tersebut. "Ini kan berbahaya bagi lingkungan. Harusnya jika sudah menyalahi izin seperti ini, pihak-pihak terkait sudah dapat memberlakukan tahapan, mengenai pencabutan izin," tegasnya. Pria yang juga Ketua KRPK ini memaparkan, diduga banyak lahan perkebunan yang disewakan ke pihak luar. Sementara, masyarakat sekitar tidak diikutsertakan dalam mengelola, sehingga tidak mendapat manfaat ekonomi dari adanya perkebunan. "Tuntunan kedua adalah, diduga banyak lahan yang disewakan. Masyarakat sekitar pun tidak diajak untuk bermitra," ujar Trijanto. Selain itu, massa aksi juga meminta agar perkebunan mematuhi, terkait adanya 20 persen lahan untuk plasma masyarakat setempat. Trijanto menyebut, dalam aturannya bahwa setiap perusahaan pengelola HGU milik pemerintah harus mentaati aturan, salah satunya adalah memberikan 20 persen lahan untuk plasma bagi masyarakat sekitar perkebunan. "Saya meminta kepada Pemkab Blitar agar membantu masyarakat sekitar perkebunan tentang plasma yang sudah diatur bagi perusahaan yang mengelola perkebunan milik pemerintah," ucapnya. Akhirnya, massa aksi memberi batas waktu tiga minggu pada Pemkab untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Jika tidak, maka akan ada lebih banyak massa lagi yang siap mengepung Kantor Pemkab, bila tuntutan masyarakat tak dihiraukan. "Tadi ada komitmen, maksimal tiga minggu ada langkah-langkah kongkret untuk penyelesaian. Jadi kami akan kesini ramai-ramai, tiga minggu lagi bersama ribuan petani yang ada di Lereng Gunung Kelud," pungkasnya. Dalam audiensi tersebut, beberapa massa aksi juga menyuarakan kegelisahannya. Salah satunya terkait upah yang diterima masyarakat yang bekerja di perkebunan hanya sebesar 20 ribu rupiah per hari. Selain itu, ada pula keluhan terkait pemberian job desk yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang diberikan. "Saya di situ sebagai security tapi malah disuruh nyangkul. Saya pernah protes, tapi jawabannya, kalau gak berkenan ya keluar saja. Untuk upah ya sekarang 20 ribu, buat beli beras ya sudah habis," keluh salah satu massa aksi diakhir audiensi.(zan/ziz)

Sumber: