Penyaluran Anggaran Jasmas Lemah dari Pengawasan Wali Kota, Ada Pembiaran Proposal Kembar 

Penyaluran Anggaran Jasmas Lemah dari Pengawasan Wali Kota, Ada Pembiaran Proposal Kembar 

Surabaya, memorandum.co.id - Tidak dijalankan secara benar Perwali 25/2016 dalam menangani dana hibah jasmas ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Sebab, dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pemkot sebagai penerima proposal harus melakukan klarifikasi, verifikasi dan pengawasan meski dana sudah dicairkan. Seperti yang dikatakan Sudiman Sidabuke, penasihat hukum Binti Rochmah saat ditemui Memorandum, Selasa (10/12). Bahwa berdasarkan aturan hukum di Perwali 25/2016 itu pengaju proposal langsung ke wali kota dan direkomendasikan kepada sub-sub di pemkot. “Meski diatur di perwali tetap tidak melakukan pengawasan yang ketat. Ada kelemahan di perwali dan wali kota harus tanggung jawab dalam hal ini,” tegas Sidabuke, kemarin. Sebagai bentuk tanggung jawab, maka pihaknya mendesak jaksa untuk menghadirkan wali kota ke pengadilan. “Minimal memberikan keterangan di muka persidangan. Dugaan sementara, saya berpendapat penyakit korupsi didomain pemkot bukan di dewan. Untuk terbukti apa tidaknya, kita buktikan di persidangan,” jelasnya. Hal sama juga diutarakan Hasonangan Hutabarat, penasihat hukum Darmawan. Menurut Hasonangan, dalam kasus ini diduga tidak adanya pengawasan dan koordinasi antara wali kota dengan bawahannya. “Artinya, wali kota perannya sangat penting sekali untuk mengawasi anggaran yang disalurkan. Permasalahannya ada pengusaha yang bernama Agus Setiawan Jong langsung berhubungan dengan pemkot. Untuk mengawal anggaran tersebut, artinya di sini pengusaha dan pemkot ada keterkaitan menyangkut soal jasmas,” beber Hasonangan. Lanjutnya, meski anggaran itu sudah dicairkan bukan berarti wali kota melepaskan begitu saja. “Ini anggaran negara yang harus terus-menerus diawasi. Karena tiap tahun anggaran jasmas disalurkan kepada masyarakat dan tidak bisa lepas begitu saja. Selama dia (wali kota, red) menjabat harus dimonitor. Selain itu, wali kota harus tangung jawab dan tidak melepas begitu saja dengan menunjuk stafnya. Karena di depan persidangan, mereka menjelaskan berdasarkan SK wali kota,” beber Hasonangan. Sedangkan, Yusuf Eko Nahuddin menambahkan, bahwa wali kota harus bertanggung jawab dalam kasus ini. Menurutnya, dengan dihadirkannya wali kota di persidangan maka akan transparan siapa yang patut disalahkan dalam kasus ini. “Bukan alasan, wali kota tidak perlu turun langsung, tetap pola pengawasan dengan sistem bisa mengetahui apa yang dilakukan bawahannya,” ujarnya Yusuf. Lanjutnya, ini pembelajaran bagi penegakan hukum dalam menetapkan tersangka, terdakwa maka semua saksi-saksi yang dianggap berhubungan perkara harus dituntaskan dulu pemeriksaannya. “Harus ada keberanian jaksa untuk menghadirkan wali kota,” pungkas Yusuf. Sementara itu, Taufik Rachman, dosen hukum pidana korupsi Universitas Airlangga menambahkan, terkait pertanyaan wali kota soal adanya proposal yang sama hingga akhirnya mencuat kasus ini bisa diduga adanya pembiaran akan terjadinya tindak pidana. “Tetapi bukan konteks untuk dakwaan sekarang, tapi untuk berikutnya. Tetapi jaksanya berani tidak memeriksa lebih lanjut wali kota sebagai saksi,” jelasnya. Atau bisa jadi, lanjut Taufik, jaksa saat ini sedang mengatur strategi. Jika dalam keterangan saksi ada fakta baru di persidangan keterlibatan wali kota ini maka akan ada perkembangan. “Dia (jaksa) bisa menentukan, ini harus datang untuk memperjelas. Bukan berarti dia wajib mendatangkan,” tambah Taufik. Disinggung soal didatangakannya wali kota ke pengadilan, Taufik menegaskan bahwa siapapun sama di atas hukum. “Apa itu wali kota, presiden wajib datang kalau dipangil sebagai saksi atau dimintai keterangan. Tidak boleh dia bilang tidak tahu, tidak boleh dia bilang tidak bisa,” pungkas Taufik. Di hari yang sama, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Tanjung Perak juga mendakwa Syaiful Aidy, Ratih Retnowati, dan Dini Rijanti. Dalam dakwaan itu, Syaiful Aidi menerima Rp 811.370.396,24; Dini Rijanti menerima Rp 1.121.309.422,98; dan Ratih Retnowati menerima Rp 139.019.461,52. Sementara itu, dikonfirmasi sebelumnya Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengatakan, bahwa Wali Kota Tri Rismaharini ada acara ke luar negeri. “Soal tersebut (jasmas, red), nanti saya carikan (pejabat, red) yang membidangi untuk dikonsultasikan,” kata Febriadhitya. (fer/udi/nov)  

Sumber: