Sosiolog UTM: Praktik Penggandaan Uang Bentuk Perilaku Menyimpang

Sosiolog UTM: Praktik Penggandaan Uang Bentuk Perilaku Menyimpang

Surabaya, memorandum.co.id – Di era serba digital ini, rupanya fenomena penggandaan uang masih saja terjadi. Kasus terbaru diaktori Mbah Slamet, pengganda uang asal Banjarnegara. Bahkan aksinya tersebut sampai memakan korban jiwa. Pakar sosiologi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Dr Iskandar Dzulkarnain SThI MSi berpendapat, fenomena sosial penggandaan uang merupakan suatu bentuk perilaku deviasi atau menyimpang. “Perilaku Pak Slamet bisa dikategorikan sebagai bentuk perilaku menyimpang dengan cara menghalalkan segala cara. Termasuk membunuh orang lain untuk menguasai harta orang lain,” ujar Iskandar, Minggu (9/4). Iskandar menuturkam, kasus penipuan dengan modus penggandaan uang yang berulang, salah satunya disebabkan oleh pendidikan yang masih kurang. Alhasil mengakibatkan pola pikir rasional yang rendah. “Penyimpangan ini bisa terjadi dikarenakan tingkat keagaman dan pendidikan yang rendah dalam kehidupan pelaku, sehingga mengakibatkan perilaku yang menyimpang,” tandasnya. Tak hanya moral dari pelaku yang menyimpang, namun adanya faktor kurangnya pendidikan dari sisi korban juga mengakibatkan pola pikir yang tidak rasional. Tak ayal, korban dapat terjerat dalam buaian pelaku. Di sisi lain, gaya hidup masyarakat yang terlampau hedon membuat calon korban semakin terpancing hingga terjerat dalam kasus yang sudah merenggut nyawa ini. “Gaya hidup hedonis masyarakat sekarang cenderung ingin bergaya hidup kaya tapi dengan atau tanpa usaha. Artinya masyarakat ingin sesuatu secara instan,” urai Iskandar. “Hal inilah yang mempermudah dukun Slamet atau pelaku pengganda uang lainnya dapat membujuk para pasiennya dengan mudah,” sambungnya. Menurut telaah Iskandar, kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat sejatinya tidak dinilai dengan kekayaan. Sekarang ini, kata dia, sudah bergeser seolah-olah semua akan didapat ketika kekayaan kapital melimpah. “Padahal kekayaan dan kebutuhan terkait gaya hidup tidak akan pernah cukup dengan nominal kekayaan berapapun,” pungkasnya. (x2/bin)

Sumber: