Feeder Beroperasi, Komisi C: Dishub Harus Jaga Kepercayaan Wali Kota

Feeder Beroperasi, Komisi C: Dishub Harus Jaga Kepercayaan Wali Kota

Surabaya, memorandum.co.id - Angkutan umum feeder resmi mengaspal di jalanan Kota Pahlawan enam hari. Totalnya ada 52 unit. Di-launching pada 2 Maret lalu. Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya menamai moda transportasi massal itu Wira Wiri Suroboyo. Menilik ini, Komisi C DPRD Surabaya meminta agar Dinas Perhubungan (dishub) Surabaya selaku pengelola dapat mengoptimalkan peran feeder. Euforianya tak sekadar dirasakan pada awal peresmian. Namun dapat memenuhi harapan wali kota dan warga Surabaya seterusnya. “Sesuai dengan amanah dan harapan Pak Wali (Eri Cahyadi) saat launching, feeder diharapkan bisa mengurangi kemacetan sekaligus menyajikan layanan publik bagi warga Surabaya. Oleh karena itu, dishub harus terus melengkapi sarana prasarana, baik fisik maupun nonfisik, sehingga membuat masyarakat beralih ke transportasi publik,” ucap Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati, Selasa (7/3). Politisi PKS ini juga memberikan sejumlah catatan lain soal transportasi massal di Surabaya. Pertama, Aning mendorong pemkot dalam hal ini dishub untuk segera meminta Kemenhub RI melakukan evaluasi menyeluruh pada bus Trans Semanggi Surabaya (TSS). Tak hanya terkait tarif, namun juga optimalisasi aplikasi. “Bus TSS masih menerapkan satu tarif saat berpindahnya penumpang dari feeder ke TSS, sehingga masyarakat harus dobel bayar. Ini harus segera diatasi oleh dishub. Pemkot perlu berkomunikasi dengan kemenhub,” jelas Aning. Juga terkait aplikasi yang harus digunakan oleh TSS. Aning menilai perlu dioptimalkan. Hal ini supaya masyarakat tahu jam kedatangan di semua titik yang dilewati oleh TSS. Dengan begitu perpindahan dari feeder ke trunk bisa langsung manis tanpa harus menunggu lama. “Hal ini bisa dilakukan dengan pemkot melakukan addendum perjanjian antara kemenhub dengan pemkot,” katanya. Tak hanya itu, alumnus teknik ITS ini juga meminta dishub untuk melengkapi sarpras yang urgent, baik itu halte maupun kemudahan masyarakat untuk mengetahui jam-jam keberangkatan TSS, feeder, dan Suroboyo Bus. “Masyarakat perlu memahami jam keberangkatan. Jadi supaya mereka tahu kapan harus menunggu feeder untuk rutinitas bekerja atau aktivitas yang lainnya. Ini bisa diatasi dengan aplikasi,” papar Aning. Di sisi lain, pihaknya juga mendesak adanya perwali tentang tarif moda transportasi massal tersebut. Tak hanya cashless, dewan menilai juga perlu dilengkapi dengan pembayaran cash money. “Kita minta pemkot segera menyelesaikan perwali tarif sekaligus melengkapi dengan kemungkinan pembayaran cash money,” tegasnya. Terakhir, politisi perempuan PKS ini menekankan tentang pentingnya support APBD untuk sub anggaran transportasi massal. Menurut dia, sudah saatnya pemkot mempunyai moda transportasi massal yang handal dan memadai. “APBD juga tidak boleh pelit untuk mensupport. Meski harus sedikit bersabar dalam proses sosialisasi. Tidak kalah penting, dishub selaku pengampu program harus benar-benar sat-set wat-wet, tidak mengandalkan kerumitan birokrasi dalam menanggapi aduan sekaligus evaluasi di lapangan,” tandas Aning. Aning menjelaskan, catatan konstruktif tersebut berdasarkan pengalamannya saat menjajal TSS maupun Suroboyo Bus. Dari sana, dia menemukan beragam persoalan. Salah satunya pengguna yang ingin berangkat menggunakan transportasi publik, namun kesulitan terkait dengan waktu keberangkatan. “Mulai dari feeder yang belum ada aplikasi jam keberangkatan, juga trunk dalam hal ini TSS yang membawa penumpang dari feeder ke bus belum ada aplikasi untuk mengatahui jam kedatangan,” bebernya. Alhasil, Aning merasa kesulitan dan tidak bisa memprediksi berapa lama harus menunggu TSS dari perpindahan feeder. Aning menyebut, bisa pindah ke koridor feeder namun sangat tidak efektif karena harus berputar-putar dan berhenti di TIJ dulu baru ke lokasi kerja. (bin)

Sumber: