Panitia PTSL Desa Sentul Temukan Banyak Ketimpangan

Panitia PTSL Desa Sentul Temukan Banyak Ketimpangan

Lumajang, Memorandum.co.id - Pascadibukanya program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) di Desa Sentul, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang mendapatkan respon positif dari warga. Terlihat antusiasme warga yang berbondong-bondong mendaftarkan status tanahnya ke sekretariat PTSL di kantor Desa. Bukti kesadaran warga akan pentingnya program pemerintah tersebut sangat membatu masyarakat dan bisa menyetuh ke seluruh lapisan masyarakat. Di sinilah dibutuhkan keterbukaan pengurus (Panitia), dengan biaya yang sudah disepakati bersama. Indikasi program PTSL Desa Sentul merupakan solusi bagi warga yang merasa menjadi korban kebobrokan pemerintah desa (Pemdes) yang terdahulu. Hal ini terungkap pascabeberapa warga yang mendaftarkan PTSL dengan membawa bukti kepemilikan tanah (Akte) terbitan Pemdes terdahulu banyak yang tidak tembus dalam Letter C, bahkan diduga juga ada akte yang ganda. Ketua Kelompok PTSL Desa Sentul, Dendik menceritakan, pengurus (Panitia) tidak dari staf desa, namun berasal dari peserta PTSL itu sendiri. Pencoretan Letter C yang tidak sesuai lokasi tanah dan kepemilikan, akhirnya mulai terkuak perlahan-lahan. Dirinya tidak menyangka akan banyak muncul ketimpangan. Menurut Dendik, ada peristiwa hukum yang sudah terjadi akibat ulah oknum pejabat yang serakah. "Ada salah satu warga dulu beli sebidang tanah dengan bukti akte jual beli dari pemerintah desa jaman dulu. Namun aktenya hilang setelah dicek pada buku Letter C desa ternyata oleh pejabatnya dulu hanya dicoret separo (Setengah) dari lahan tersebut. Akhirnya sekarang pihak ahli waris mempermasalahkan hal tersebut karena merasa punya hak sesuai Letter C. Padahal tanah tersebut sudah dijual oleh almarhum orang tuanya. Tentunya ini menjadi beban dan tugas panitia PTSL dan pemerintah desa yang sekarang karena tidak tahu menahu polemik tersebut," beber Dendik, Senin (13/2/2023). Masih menurut Lelaki 49 tahun tersebut, setelah didiskusikan bersama akhirnya mengarahkan kepada warga yang bersangkutan agar menanyakan ulang kejelasan polemik itu kepada pejabat yang menjabat dulu. Agar mendapatkan solusi dan bisa mengikuti PTSL tanpa meninggalkan masalah lagi. Menurutnya, ada juga yang mendaftar dengan dasar akte, namun anehnya Letter C tercoret (Tidak tembus) mereka merasa sudah mengeluarkan biaya yang lumayan besar pada saat itu. "Ya harus diluruskan kembali, bahwa itu urusannya pada jaman itu dan bukan tanggung jawab pemerintah sekarang, karena oknum pelakunya adalah pejabat waktu itu," sambungnya. Menurutnya, sekaranglah waktunya berbenah dalam tata kelola adminitrasi pertanahan dan pemerintahan desa. "Setidaknya bisa menunjukan kepada warga tentang transparansi, dan tidak ada upaya manipulasi juga mencari keuntungan pribadi dengan membodohi warganya sendiri," pungkasnya. (gus)

Sumber: