Derita si Cantik Nikah namun Bertahan dalam Keperawanan (2)

Derita si Cantik Nikah namun Bertahan dalam Keperawanan (2)

Tanpa banyak kendala dan keribetan, kedua keluarga sepakat menjodohkan Budi dan Farida. Dan tidak menunggu lama, perjodohan tadi segera diwujudkan dalam pernikahan. Sebenarnya kedua keluarga menolak ketika paman Budi yang bekerja di hotel berbintang di kawasan Mayjen Sungkono itu berniat merayakan pernikahan Budi-Farida secara besar-besaran. Tapi sang paman memaksa. Dia bahkan mengusung artis-aris ibu kota ke Surabaya. Kecantikan Farida dan kegantengan Budi menjadikan mereka sebagai idola baru pada kedua keluarga. Setiap ada perkawinan sesudahnya, pasangan Budi dan Farida selalu dijadikan contoh. “Tirulah Mas Budi dan Mbak Farida. Klop. Ideal,” pesan para orang tua. Fakta ini diakui Farida menyematkan kebanggaan di hati. Di kalangan teman-temannya, baik mantan teman pondok maupun di lingkungan tempat tinggal, tidak pernah ada yang berkata miring tentang mereka. Strata ekonomi tinggi juga menempatkan keduanya pada pergaulan sosial menengah ke atas. Walau demikian, Farida dan Budi tidak meninggalkan adat-adat ketimuran. Sopan. Hormat dan ngajeni terhadap orang yang lebih tua; sayang dan perhatian kepada orang yang lebih muda. Karakter seorang mukmin melekat erat pada mereka. Selain rajin beribadah ke masjid, mereka rutin mengundang ustaz dan ustazah untuk memberikan tausiyah di rumah. Menggundang makan bersama dan menyantuni yatim piatu/kaun jompo tidak pula pernah ditinggalkan. Pendek kata, di mata masyarakat, pasangan Budi-Farida adalah karunia bagi mereka. Sempurna! Tapi, benarkah kenyataannya memang demikian? “Di mata orang-orang sekitar mereka memang iya. Demikian!” tegas Win. Tapi, lanjutnya, kenyataan yang dihadapi Farida sangat berbeda. Di mata wanita ini, Budi sangat jauh dibanding dengan sosok suami yang semula dia angan-angankan. Budi memang tampak jantan, sayang dia tidak pernah membuktikan kejantanannya. Bukan tidak mau, namun memang tidak bisa. Sejak awal-awal menikah sampai Farida mengonsultasikan nasib perkawinannya kepada Win,  Farida tidak pernah disetuh Budi. Sekadar peluk cium saja nggak pernah, apalagi lebih dari itu. Hal ini sudah Farida ceritakan kepada ayah-ibunya, tapi tanggapan mereka terkesan amat meremehkan masalah ini. Farida hanya diminta bersabar. Alasan mereka, mungkin Budi sedang ada masalah atau apalah-apalah. Kalau memang ada sesuatu yang tidak semestinya, pasti ada sesuatu yang salah. Yang salah itulah yang harus dibenahi. (jos, bersambung)  

Sumber: