Upaya Tangani Anak tidak Sekolah, Pemkab Mojokerto Gandeng Unicef
Mojokerto, memorandum.co.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto melaksanakan kerja sama dengan United Nations Children's Fund (Unicef) untuk menyosialisasikan program penanganan anak tidak sekolah dan peningkatan kapasitas remaja melalui kegiatan lingkar remaja di Kabupaten Mojokerto. Kegiatan yang berlangsung di ruang rapat Bappeda Pemkab Mojokerto ini, sebagai upaya untuk memberikan kesempatan agar anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Mojokerto bisa bersekolah kembali dan mendapatkan pendidikan dengan baik. Pelaksanaan sosialisasi program tersebut, akan dipusatkan di delapan desa. Antara lain Desa Banjaragung dan Desa Kebonagung Kecamatan Puri; Desa Sooko dan Desa Japan Kecamatan Sooko; Desa Pohkecik dan Desa Randugenengan Kecamatan Dlanggu; serta Desa Sidoharjo dan Desa Terusan Kecamatan Gedeg. Perwakilan Unicef Program Pendidikan Jatim dan Jateng, Yuanita Nagel mengatakan, pada tahun 2020 proporsi ATS di Indonesia sedikitnya 7,4 persen atau lebih dari 4.1 juta anak. Dengan estimasi 179 ribu anak pada rentang umur 7-12 tahun, 987 ribu anak rentang umur 13-15 tahun dan 2,9 juta anak rentang umur 16-18 tahun. "Dan berdasar data Susenas tahun 2020, diperkirakan ada sekitar 10.119 ATS di Kabupaten Mojokerto," katanya, Kamis (19/1/2023). Yuanita menjelaskan, ada strategi yang dapat dilakukan agar ATS dapat kembali belajar dan mendapatkan pendidikan abad 21 di jalur nonformal maupun Informal. Yakni dengan melakukan pendataan ATS melalui metode sistem informasi pembangunan berbasis masyarakat (SIPBM). Kedua, memperkuat sistem penanganan ATS melalui penguatan kapasitas perangkat daerah terkait isu ATS dan rencana kerja penanganan ATS. "Memperkuat pendidikan abad 21 bagi ATS dan anak sekolah melalui karang taruna, PKBM, forum anak, dan forum remaja lainnya," tegasnya. Sementara itu Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menerangkan, terkait pelaksanaan sosialisasi program penanganan anak tidak sekolah, sosialisasi ini sangat erat kaitannya dengan pengentasan masalah kemiskinan dan juga ada hubungannya dengan masalah stunting. Ia menilai, terdapat salah satu indikator dari empat indikator dari keluarga berisiko stunting, yaitu pendidikan ibu tidak lulus SMP. "Di sisi lain, untuk indikator keluarga pra sejahtera salah satu indikatornya adalah anak usia dibawah 15 tahun yang putus sekolah," terangnya. "Ini berhubungan dengan kegiatan kita hari ini, bahwa kami dikejar-kejar target terkait dengan penurunan stunting. Karena ini adalah masalah yang sangat luar biasa," imbuhnya. Orang nomor satu dilingkup Pemerintah Kabupaten Mojokerto mengungkapkan, dalam melaksanakan program penanganan ATS sangat perlu diseriusi agar dapat terwujudnya SDM yang berkualitas di masa depan. Selain itu, kinerja pemerintah daerah juga diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. "Tentu kita berupaya tidak hanya sekedar angka-angka, tetapi kita ingin bahwa masyarakat semua berproses untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya," ungkapnya. Ikfina mengharapkan, program penanganan ATS di Bumi Majapahit bisa diteruskan dan tidak hanya di delapan desa saja. Karena Pemkab Mojokerto juga membutuhkan data yang real, akurat, dan up to date agar bisa melakukan berbagai program kegiatan yang tepat sasaran. Ia meminta tolong agar melibatkan berbagai pihak, semuanya harus berperan serta tidak ada satupun yang tidak dapat bagian peran serta."Ini adalah masalah kita bersama, harus kita hadapi bersama dan kita selesaikan bersama," pungkasnya. Hadir dalam sosialisasi ini yaitu, Konsultan Pendidikan UNICEF Supriono Subakir, para Kepala Perangkat Daerah Kabupaten Mojokerto, Ketua Forum Anak Kabupaten Mojokerto, sekretaris desa, badan permusyawaratan desa (BPD) dan pendamping lokal desa dari delapan desa yang akan menjadi pusat penanganan ATS di Bumi Majapahit. (yus)
Sumber: