Penyesalan Lelaki Paruh Baya Gugurkan Kadungan Istri (2)

Penyesalan Lelaki Paruh Baya Gugurkan Kadungan Istri (2)

Memorandum coba menyadarkan dengan memegang pundak Danang. Perlahan kepalanya terdongak. Matanya merah. Penuh air mata. Tidak lama kemudian dia kembali menunduk dan meneruskan tangisnya. Tersedu-sedu. Majelis masih berlangsung saat Memorandum dan Danang masuk ruang utama masjid. Ustaz memberikan contoh kejadian-kejadian di masyarakat terkait tafsir ayat yang artinya: dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kata ustaz, ayat itu amat sesuai dengan fenomena dewasa ini. Betapa banyak pasangan suami-istri yang tega menggugurkan calon bayinya karena takut bakal tidak bisa memberikan kehidupan yang layak kepada si bayi. Banyak alasan yang dijadikan pembenaran bagi pelakunya. “Ayat ini bicara soal  saya, Pak Jos,” bisik Danang sambil menyenggol kaki Memorandum. Isaknya masih tersisa. “Sebentar lagi saya sudah pensiun. Aku takut. Ya Allah, maafkan aku ya Robb,” tutur Danang. Tangannya mencengkeram betis Memorandum dan menyeretnya ke belakang. Kami pun mundur. “Maaf Pak Jos, mengganggu kekhusyukan Penjenengan mendengarkan tausiyah,” imbuh Danang setelah kami kembali menjauh dari forum. Danang mengaku tidak lagi bisa focus berada di dalam majelis taklim. Hatinya gelisah. “Maaf kalau saya melibatkan Pak Jod masuk dalam kegelisahan saya,” tutur Danang, yang kemudian mencurahkan beban di batinnya. Menurut Danang, istrinya kebobolan. Hamil pada usia hampir setengah abad. Hal itu baru ketahuan sekitar dua-tiga bulan yang lalu, saat menstruasi sang istri berhenti. Risa (samaran), istri Danang, pada mulanya mengira menstruasi pada usianya yang nyaris 50 tahun adalah tanda bakal masuknya masa menopause. Sebab, hampir semua kerabat dan saudara perempuan dia kebanyakan masuk masa menopause pada usia kisaran 45-50 tahun. Suatu pagi tiba-tiba badan Risa meriang. Tubuhnya terasa ringan. Perutnya mual. “Kami segera ke dokter karena mengira dia masuk angin. Setelah diperiksa, dokter malah memberi kami ucapan selamat. Risa  hamil,” kata Danang, yang mengaku kaget bukan alang kepalang. Bukannya bergembira, kabar itu justru menjadikan Danang shock. Stres. Berbagai pikiran negatif berseliweran di benaknya. Pikirannya tegang. Segala sesuatu yang dipandangnya terasa salah. Gak tepak. Salah satunya, kekhawatiran tidak bisa menghidupi calon bayinya nanti dengan baik. Sebab, tak lama lagi dirinya bakal pensiun, padahal anaknya sudah banyak. Tiga. Perempuan semua. Mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Terutama biaya pendidikan. Pikiran ini wajar. Sebab, anak sulungnya masih duduk di bangku kelas tiga SMA, adiknya kelas satu SMA, dan si bungsu masih kelas dua SMP. “Padahal seperti Pak Jos tahu, saya hanya karyawan swasta,” keluh Danang yang bekerja sebagai staf di sebuah rumah makan. “Saya ingin Risa menggugurkan kandungannya,” kata Danang. (jos, bersambung)    

Sumber: