Pernikahan karena Telanjur Hamil, padahal Hanya Sekali (4)

Pernikahan karena Telanjur Hamil, padahal Hanya Sekali (4)

Setelah resmi jadi suami-istri, Bambang kontrak rumah di samping rumah orang tuanya. Mereka hidup bahagia. Niken meneruskan kerja di bank dan Bambang kuliah sambil belajar kerja membantu orang tua. Kandungan Niken semakin hari semakin besar. Niken merasakan curahan kasih sayang dari mertuanya tidak kalah dari orang tua kandung. Mereka bahkan lebih kental didikannya dalam hal agama. Niken yang sebelumnya hanya menjadikan agama sebagai stempel KTP, kini bisa memaknai dan menjalankannya sesuai syariah. Salatnya genap lima waktu. “Aku sekarang berjilbab,” kata Niken dalam kunjungannya ke Memorandum beberapa waktu pascanikah.. Peristiwa tidak terduga terjadi pada bulan keenam kehamilan. Niken ditabrak motor ketika pulang dari berbelanja di pasar kaget tidak jauh dari rumah. Dia keguguran. Janin di rahimnya tidak terselamatkan. Niken terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Rahimnya habis dikuret. Kamar sepi. Bambang baru saja pamit makan malam. Kasihan, seharian dia tidak sempat makan. Meskipun sudah dipindahkan dari ruang operasi ke kamar, pengaruh obat bius masih terasa. Kepalanya masih agak nggliyeng. Dia mencoba mengingat-ingat  kejadian tadi pagi. Saat itu Niken pulang dari berbelanja di pasar kaget dekat rumah. Seingatnya dia sudah berjalan hati-hati. Dan di pinggir. Tiba-tiba punggungnya didorong oleh kekuatan yang sangat kuat. Niken jatuh telungkup. Darah segar menggenang di sekeliling. Cuma itu yang diingat. Dari cerita Bambang, dia baru mengerti bahwa dia ditabrak motor yang dikemudikan seorang remaja. Kurang ajarnya, pemotor itu bablas  kabur. Melarikan diri. Ketika Niken mengingat-ingat kejadian itu, mendadak  puncul ayah dan ibunya. Mereka mengusung wajah tegang dan gesture tubuh kaku. “Papa-Mama tahu dari mana kalau aku di sini?” tanya Niken “Kamu tak perlu tahu,“ kata ayah dan ibunya hampir bersamaan. Wajah mereka tampak tak berekspresi. “Setelah kondisimu pulih, Papa dan Mama minta kamu pulang ke rumah,” kata Broto. “Maksud Papa?” “Ya pulang ke rumah Papa dan Mama.” “Aku sudah punya suami, Pa.” “Papa merasa tidak pernah menikahkan kamu. Pernikahanmu tidak sah.” “Tidak bisa begitu, Pa.” “Ini sudah menjadi keputusan Papa. Kamu pulang. Sendirian.” “Akan kami bicarakan dulu.” Niken yang kesadarannya belum sepenuhnya pulih mencoba menjelaskan bahwa perkawinan dengan Bambang sah tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi, ayah dan ibu tidak bisa semudah itu memisahkannya dengan Bambang. (jos, bersambung)  

Sumber: