Datangi Kejaksaan, Warga Pandanpancur Minta Dugaan Penjualan Aset Desa Diusut

Datangi Kejaksaan, Warga Pandanpancur Minta Dugaan Penjualan Aset Desa Diusut

Lamongan, memorandum co.id - Belasan perwakilan warga Desa Pandanpancur, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan mendatangi Kantor  Kejaksaan Negeri Lamongan, Rabu (28/9/2022). Kedatangan mereka adalah untuk menanyakan kasus dugaan korupsi penjualan aset desa. Warga mengeluh laporan atas dugaan korupsi yang dilaporkan ke Kejari sejak 6 bulan lalu terkesan jalan di tempat. "Kami datang mau menanyakan progres perkara yang kami masukkan ke Kejari," kata Ali dari kantor pengacara AliHardy dan Partners. Pihaknya sebagai penasehat hukum  pelapor, Sekan (57) tentang dugaan tindak pidana oleh kades setempat harus tetap mendampingi warga, meski hanya sekedar menanyakan perkembangan kasus tersebut. Menurut pria berkaca mata minus itu, sangat wajar jika warga ingin tahu dan menanyakan perkara yang sudah ada di meja Kejaksaan itu sampai di mana. "Kami hanya menanyakan progresnya saja," tegasnya. Dalam laporannya, pelapor melaporkan Kades Pandanpancur, Supadi,  diduga telah menjual kali desa (saluran air) pada salah perusahaan yang berdiri di wilayah hukum Desa Pandanpancur, Kecamatan Deket. "Ada dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa Pandanpancur, Supadi, yang telah menjual aset desa berupa saluran air," katanya. Sementara itu, perwakilan pelapor, Sekan, mengungkapkan, kali yang diduga dijual pada perusahaan  itu tidak tercatat dalam Buku C Desa, tapi tergambar dalam kretek desa  dan peta blok pajak Bumi dan bangunan. Menurutnya, penjualan aset tersebut tidak dilakukan secara transparan dan diduga ada manipulasi data, luas kali yang ditulis hanya seluas 260 meter persegi. "Data yang ditulis tidak sesuai dengan kondisi luasan di lapangan. Bahkan saat  telah dikeluarkan surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan (SPPT PBB) nomor obyek pajak (NOP) 35.24.130.004.002-0055 atas nama  PT yang membeli," tandasnya. Yang didapatkan Sekan, kali yang jadi harapan saluran pengairan petani itu dijual dengan harga  Rp 100 juta. "Tanah milik negara kok dihargai dan dijual," ungkap Sekan. Padahal harga  tanah milik masyarakat di sekitar lokasi itu  sudah di atas Rp 650.000 per meter persegi. Selain penjualan tanpa dilakukan musyawarah, ia juga mempersoalkan uang hasil penjualan tanah yang tidak masuk dalam rekening bendahara desa. Padahal kali itu pengelolaan kekayaan milik desa yang berkaitan dengan penambahan dan pelepasan aset ditetapkan dengan peraturan desa sesuai dengan kesepakatan musyawarah desa. "Untuk apa saja keuangan desa itu," katanya. "Kami ingin mengembalikan fungsi sungai untuk keperluan pertanian. Warga bahkan siap patungan untuk mengembalikan sungai tersebut. Sementara penegak hukum harus melanjutkan proses hukumnya," kata Sekan. Hasil akhir pertemuan pihak kejaksaan akan menindaklanjuti perkara tersebut dengan melakukan wawancara terhadap baik pihak pelapor dan saksi-saksi. "Hasil pertemuan pihak kejaksaan akan menidaklanjuti perkara tersebut dengan melakukam wawancara kepada sejumlah pihak," tutup Ali dari Alihardy dan Patners. Terpisah, Kades Pandanpancur Supadi saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui kalau ada warganya yang membuat laporan ke kejaksaan terkait persoalan tersebut. "Saya gak tahu. Jadi saya dilaporkan lagi ke kejaksaan? 2018 saya juga dilaporkan ke kejaksaan tapi tidak terbukti. Sekarang dilaporkan lagi silahkan, saya siap mengikuti proses hukum yang ada," tegasnya, Rabu (28/9). Beberapa waktu lalu ia memberi keterangan bahwa kasus tersebut merupakan perkara lawas yang terus diungkit. Ia mengatakan yang dijual itu bukan aset desa. Menurutnya, penjualannya sudah melalui musyawarah serta persetujuan perangkat, BPD dan tokoh masyarakat. Bahkan ia mengklaim sudah sesuai prosedur. "Itu kompensasi. Semua dilibatkan warga masyarakat, lembaga dan tokoh masyarakat. Musyawarah mas. Pemerintah desa tahu semua, camat juga sudah tahu," kata Supadi melalui selulernya. Terkait uang Rp 30 juta yang tidak masuk ke dalam rekening pemerintah desa, Supadi mengatakan bahwa kompensasi dari perusahaan berupa uang tunai. "Jadi saya sebagai kepala desa kan mencarikan kompensasi, untuk PAD (pendapatan asli desa), untuk membersihkan kali, penjagaan palang pintu kereta. Dari semuanya itu kompensasi berbentuk tunai," imbuhnya. Sementara itu Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lamongan, Anton Wahyudi, membenarkan pihaknya menerima laporan terkait dugaan penjualan aset di Desa Pandanpancur tersebut. Ia tidak memberikan banyak keterangan namun memastikan bakal segera mengambil langkah. "Langkah (kejaksaan, red) menanganinya,"  katanya singkat.(and/har)

Sumber: