Idul Adha, Ketahuilah Makna Keutamaan Penyembelihan Hewan Qurban Menurut Hadis

Idul Adha, Ketahuilah Makna Keutamaan Penyembelihan Hewan Qurban Menurut Hadis

Seperti diketahui, Hari Raya Idul Adha kita peringati setiap tanggal 10 Dzulhijjah 1443 H. Pada 2022 ini, Idul Adha jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022. Jika Idul Fitri identik dengan silaturahmi Halal Bi Halal, maka Idul Adha berkaitan dengan penyembelihan hewan qurban. Keutamaan melakukan penyembelihan hewan qurban bagi yang mampu, dijelaskan dalam hadis yang tertuang dalam Kitab Nailul Authar: Dari ‘Aisyah ra., sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Tidak ada suatu amal yang dikerjakan oleh anak Adam pada hari nahr (hari penyembelihan qurban) yang teramat dicintai Allah, melainkan mengalirkan darah. Dan sesungguhnya dia (binatang kurban itu) kelak di hari kiamat. Sungguh akan datang dengan tanduk-tanduknya, kukunya dan rambut-rambutnya. Dan sesungguhnya darah itu akan sampai kepada Allah Azza Wajalla di tempat pemotongan itu sebelum binatang itu jatuh ke tanah. Karena itu, niatlah (dalam kurban itu) dengan hati yang tulus. (HR. Ibnu Majah dan Tarmidi, dan hasan-gharib). Selain keutamaan dalam seruan ber-qurban, proses penyembelihan hewan qurban juga memiliki keutamaan-keutamaan yang sudah diterangkan hadis Rasulullah SAW, diantaranya sebagai berikut: 1. Melakukan penyembelihan di mushollah Diterangkan dalam Kitab Nailul Authar, bahwa Rasulullah SAW memberikan teladan menyembelih hewan qurban di Mushalla: Dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Nabi SAW pernah menyembelih dan memotong (nahr, qurban) di mushalla.” (HR. Bukhori, Nasa’I, Ibnu Majah dan Abu Daud. Hadis yang menunjukkan sunnahnya menyembelih di musholla, menandakan bahwa menyembelih hendaknya di tempat yang luas agar menjadi momentum berkumpulnya masyarakat sekitar untuk sama-sama mengikuti prosesi penyembelihan, sekaligus merasakan daging qurban bersama. dengan begitu, penyembelihan hewan qurban memiliki makna ukhuwah Islamiyah melalui berkumpulnya umat Muslim untuk sama-sama mensyukuri peringatan Hari Raya Idul Adha. 2. Memastikan ketajaman pisau, mengucap basmalah, dan memiliki ketulusan niat. Masih dalam Kitab yang sama, yaitu Kitab Nailul Authar, diterangkan tindakan Rasulullah SAW tatkala hendak menyembelih hewan qurban: Dan dari ‘Aisyah, bahwa sesungguhnya Nabi SAW menyuruh dibawakan seekor kambing kibasy (seperti domba) yang bertanduk yang berjalan dengan kakinya yang hitam, menderum (dengan perutnya yang hitam) dan melihat dengan matanya yang hitam pula. Lalu dibawakan kami itu kepadanya dan itu dijadikannya sebagai korban. Maka sabdanya kepada Aisyah: “Hai Aisyah bawalah kemari pisau itu. Selanjutnya ia bersabda pula: ‘Asah dia dengan batu’ (untuk mempertajam), lalu Aisyah mengerjakannya. Kemudian Rasulullah mengambil pisau itu dan mengambil kambing kibasy tersebut lalu dibaringkannya, kemudian di sebelahnya. Kemudian ia mengucapkan: “Bismillah ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, dari keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad. Kemudian dia (Muhammad) jadikan kambing tersebut sebagai kurban. (HR. Ahmad Muslim dan Abu Daud). Dari hadis diatas, kita menemukan makna penting, bahwa penyembelihan hewan qurban hendaknya dilakukan dengan cepat agar hewan yang hendak diqurbankan, tidak (lama) merasakan sakit saat disembelih. Hal ini merupakan pengejawantahan sikap Rasulullah SAW yang selalu mengasihi makhluk hidup. Sekalipun, secara umum, hewan atau binatang memang diciptakan untuk disembelih agar dapat dikonsumsi oleh manusia. Teladan atas Rasulullah SAW yang mengucapkan bismillah dan niat tulus, merupakan bentuk anjuran agar kita senantiasa membangun niat ibadah atas apapun yang kita lakukan. Tentu, hal ini bagian dari perbuatan ‘ubudiyah kita. Niat Rasulullah SAW yang berkurban dengan mengatasnamakan keluarga dan umat, menunjukkan betapa besarnya cinta Rasulullah SAW kepada keluarga dan umat. Dengan kata lain, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang memiliki keagungan hati dan kepedulian pada orang lain. 3. Do’a berkurban sebagai bentuk penghambaan diri. Sesuai dengan yang diterangkan di atas, bahwa Rasulullah menunjukkan tindakan ‘ubudiyah dalam berkurban. Sedangkan dalam hadis lainnya, berkurban juga memiliki do’a yang menjadi refleksi penghambaan diri. Dan dari jabir ia berkata, Rasulullah SAW berkurban 2 ekor kambing kibasy pada hari Idul Adha. Maka tatkala ia hadapkan kedua kibas tersebut, ia membaca: “Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan wa maa ana minal musyrikiin. Inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil ‘alamiin. Laa syariika lahu wa bidzalika umirtu wa ana awwalul muslimin” (Sesungguhnya aku telah menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi di atas agama Ibrahim dengan lurus, dan aku bukan termasuk orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, serta hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya, dengan itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang pertama-tama menyerahkan diri). Ya Allah (kambing ini) adalah dari Mu dan kupersembahkan untukmu (juga), dari Muhammad dan ummat Muhammad.” (HR. Ibnu Majah). Hadis tersebut secara jelas mengingatkan kita, bahwa sebagai manusia, kita harus memiliki sikap tawakkal, yaitu memiliki niat menghambakan diri pada Allah SWT karena kelak kita pun akan berjumpa denganNya dan mempertanggungjawabkan atas semua sikap yang kita lakukan selama hidup di dunia. 4. Daging Hewan Qurban Berhak Dinikmati Oleh Umat Muslim Jika zakat fitrah menjelang Idul Fitri sepenuhnya kita niatkan zakat untuk dinikmati oleh penerima zakat (mustahiq), maka hewan yang sudah kita kurbankan, berhak kita nikmati juga. Tentu, dengan bagian besarnya adalah untuk disodaqohkan pada umat Muslim lainnya. Diterangkan dalam sebuah hadis yang dikutip dari Kitab Nailul Athar: Dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Ahli ahli rumah dari penduduk desa datang pada hari penyembelihan kurban, di zaman Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW bersabda: ‘Simpanlah sampai 3 kali’, kemudian sedekahkanlah yang tersisa. Sesudah itu mereka bertanya: ‘Ya Rasulullah, orang orang pada membuat tempat air dari kulit korban mereka dan diisinya dengan samin’. Maka bertanyalah Nabi: ‘Apa?’ Mereka bertanya: ‘Apakah engkau melarang makan daging kurban sesudah 3 hari?’ Jawab nabi: ‘Aku hanya melarang kalian, karena masih ada orang orang yang sangat membutuhkan. Tetapi sekarang, makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah. (HR. Ahmad Bukhari dan Muslim). Subhanallah, dari hadis diatas, Rasulullah SAW semakin mempertajam bahwa makna Hari Raya Kurban seperti halnya Hari Raya Idul Fitri, yaitu momentum Ukhuwah Islamiyyah. Maka, marilah kelak kita sambut Hari Raya Idul Adha dengan sukacita karena seyogyanya menyembelih hewan kurban bukanlah beban umat Muslim, melainkan bentuk sodaqoh bagi yang mampu. Hari Raya Idul Adha merupakan hari suci untuk sama-sama kita syukuri. Penulis : Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Wakil Sekretaris MUI Jatim.

Sumber: