16 Saksi Diperiksa, Polisi Tak Kunjung Tetapkan Tersangka
Surabaya, memorandum.co.id - Penyebab kecelakaan seluncuran di wahana kolam renang Kenjeran Park (kenpark) sampai saat ini masih belum jelas atau kasusnya masih ngambang. Belum ada satu pun orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal belasan korban menderita luka ringan maupun berat akibat terjatuh dari ketinggian 10 meter karena ambrolnya seluncuran tersebut. Alasannya molornya penanganan kasus ini karena masih menunggu hasil dari laboratorium forensik (Labfor). Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anton Elfirno Trisanto mengatakan, hasil labfor belum keluar. Sedangkan sampai saat ini, sudah 16 orang yang diperiksa sebagai saksi baik dari pihak pengunjung maupun pengelola wahana tersebut. "Masih kami kordinasikan untuk surat resmi hasil labfor nya. Sabar ya," kata Anton dikonfirmasi memorandum.co.id, Minggu (29/5). Sementara itu ahli pidana dan kriminolog dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Sholehuddin berpendapat, hasil labfor itu tidak begitu penting. Hal yang menurutnya penting adalah aturan mengenai operasional dan perawatan semua alat yang ada di wahana itu. “Kalau menurut pendapat saya karena kelalaian hingga menyebabkan korban luka ringan hingga berat. Itu yang jelas ada kelalaian. Harus dicari kelalaiannya di mana. Berapa bulan sekali alat itu diperiksa," ujar Soleh dikonfirmasi melalui sambungan telepon. Oleh karena itu, pihak pengelola yang harus bertanggung jawab dalam insiden ini. Dalam arti, siapa yang paling dekat dengan pemeriksaan dan perawatan. Sebab mengacu pada Pasal 360 KUHP berbunyi barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. "Menurut saya gak perlu itu labfor, karena sudah jelas ada korban luka luka. Bahkan saya dengar akibat insiden tersebut ada luka permenen atau berat. Di situ kalau menyebabkan luka luka ringan atau berat yang dicari siapa yang lalai. Jadi subjek hukum pidananya adalah kelalaian. Bisa di lihat pada pasal 360," imbuhnya. Sementara itu, I Wayan Titip Sulaksana pakar hukum asal Universitas Airlangga (Unair) memiliki pendapat yang berbeda. Menurut Wayab, hasil labfor itu penting untuk kepolisian melakukan penetapan tersangka. Karena, dapat diketahui kekuatan fiber seluncuran itu. “Harus pakai labfor untuk mengukur fiber glas seluncuran itu. Karena dari hasil itu akan ketahuan ketidak pedulian pengelola. Lafor itu penting, gimana caranya menetapkan tersangka tanpa melihat labfor,” ujar Wayan. Menurutnya, pengungkapan kasus tersebut sangat gampang. Karena, semua bukti sudah ada. Petugas labfor juga tidak harus membutuhkan waktu lama untuk melakukan pemeriksaan. “Pemeriksaan itu bisa cepat,” tegasnya. Wayan mengumpamakan jika kasus itu terjadi pada pengelola kecil. Seperti pengusaha mainan yang biasanya di pasar malam. Ketika kasus itu menimpa mereka, pastinya polisi tidak akan membutuhkan waktu lama untuk melakukan pemeriksaan labfor dan penetapan tersangka. “Biasanya tidak sampai seminggu, sudah ada penetapan tersangka. Namun, sekarang karena yang dilibatkan adalah Pemkot Surabaya jadi ya seperti ini. Itu kan sudah jelas fibernya jebol dan jelas sudah kesalahan pengelola,” tanyanya. Sedangkan menurut Wayan, kalau pun sudah dilakukan ganti rugi seperti membiayai pengobatan korban, menurutnya itu tidak bisa menghapus pidananya. Hanya mengurangi hukuman yang akan didapat oleh pemilik dan pengelola. “Kalau ganti rugi itu kan sudah kewajiban mereka (pengelola). Bukan berarti menggugurkan pidananya lo ya,” tandasnya (alf)
Sumber: