Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (6-habis)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (6-habis)

Toh Kuning tersenyum. Katanya, “Maka dengan demikian, kau telah menyusupkan orang-orang kepercayaanmu dalam jenjang pemimpin prajurit di Tumapel. Karena hanya dengan cara seperti itu, kau tidak akan mengalami gangguan yang berarti apabila kau dapat menggeser kedudukan seorang akuwu.” “Sebuah pergeseran yang tidak akan memakan banyak korban.” Ken Arok menarik napas panjang. “Aku dapat mengerti kegelisahanmu. Sawah yang kering, ladang yang hanya ditumbuhi rumput panjang dan sungai yang sepi dari tangkapan telah memberiku gambaran tentang keadaan Tumapel. Meski ada yang mengganjalku namun aku dapat mengerti jika Sri Baginda tidak akan gegabah mengganti kedudukan akuwu yang berdasarkan keturunan. Apabila Kediri memaksa dengan kekerasan, sebenarnya itu adalah kemunduran besar bagi Kediri.” Toh Kuning kemudian memejamkan mata dan merenungkan pembicaraan itu untuk sesaat. “Dan kau bersedia menerima tawaranku? Yang pasti aku lakukan berikutnya adalah menghabisi kelompok Ki Arumpaka dengan cara yang tidak diduga oleh mereka.” Mata Ken Arok berkilat-kilat. “Aku mempunyai sebuah perkiraan bahwa Tumapel akan menjadi pusat pusaran yang akan mengacaukan Kediri,” berkata Toh Kuning. Ken Arok tidak berkata sedikit pun. Ia tidak menolak anggapan itu karena masih memiliki keraguan yang dalam. “Kau telah mengerti jati diriku sehingga aku tidak akan memberi jawaban. Jadi, apa yang akan kau lakukan dalam waktu dekat?” bertanya Toh Kuning. “Aku sudah mempunyai kepastian apabila kau bergabung bersamaku. Namun karena aku sangat memahami cara berpikirmu, maka sebaiknya aku menilai kembali rencanaku semula. Aku akan melihat perkembangan,” kata Ken Arok. “Ya. Itu pasti, apalagi jika aku membawa pasukan khusus untuk menangkapmu.” Toh Kuning beradu pandang dengan Ken Arok. “Kau pasti mampu lakukan itu, tetapi kau tidak akan dapat menangkap orang tanpa ada bukti yang cukup.” Ken Arok tersenyum. “Kau tidak mungkin akan merayuku lebih keras apalagi sampai meyakinkanku agar tinggal lebih lama di sini. Namun aku akan melaporkan pada Ki Gubah Baleman apabila aku telah berhasil menangkap kelompok orang yang membantai para prajurit Kediri.” Toh Kuning dengan wajah penuh ketegasan melanjutkan ucapannya, ”Apakah tindakanku ini yang kau anggap sebagai cara yang tidak diduga oleh Ki Arumpaka?” “Kau meringankan pekerjaanku,” sahut Ken Arok. “Aku tidak melakukannya untukmu. Aku melakukannya karena aku mempunyai bukti kuat.” Toh Kuning mengeluarkan sehelai kain biru hitam yang terciprati darah yang telah mengering dan pada kain itu ada tanda lingkaran bergerigi bersulam benang putih. Ia berkata lagi, ”Seorang prajurit dapat lolos dari pembunuhan itu setelah berpura-pura mati. Ia sempat merobek kain seorang pengikut Ki Arumpaka. Dan pada hari saat aku tiba di Tumapel adalah hari keberuntunganku karena aku berada dalam kedai yang sama dengan mereka.” Ken Arok mengerutkan keningnya seperti mengkhawatirkan sesuatu yang buruk akan menimpanya. “Selebihnya adalah laporan yang berasal dari rumah di malam kau berkumpul dengan kelompok Ki Arumpaka,” kata Toh Kuning, ”namun aku akan membiarkanmu berjalan bebas karena aku tidak mendapat bukti keterlibatanmu. Meski kau mengakui pembantaian itu terjadi karena kau mendorong Ki Arumpaka untuk bertindak gila, aku tidak menangkapmu! Aku tahu kau jujur padaku, Ken Arok. Tetapi aku tidak dapat membawamu ke pengadilan hanya berdasarkan pengakuan seorang saja. Kecuali aku bersikap keras padamu sementara kau tahu aku bukan orang seperti itu.” “Aku tidak keberatan bila kau bawa ke pengadilan,” kata Ken Arok. ”Kau mempunyai kuasa untuk itu. Lakukanlah apa yang harus kau lakukan!” Toh Kuning mengangguk sambil mencubiti dagunya. Lalu ia berkata, ”Aku telah mencoba meyakinkan diriku untuk menangkapmu namun aku gagal melakukannya. Tetapi aku akan mencoba melumpuhkan kaki tanganmu meski aku tidak tahu apakah akan memberi hasil yang baik.” Ken Arok mengerti bahwa Toh Kuning adalah lelaki yang jarang dibayangi oleh keraguan, sehingga ia dapat memahami alasan kuat Toh Kuning yang tidak menangkapnya. Kemudian mereka saling mengatakan yang mereka ketahui walau  tetap bersembunyi dalam rencana-rencana yang sama-sama tidak dapat diduga satu sama lain. Setelah peronda malam membunyikan kentongan dengan nada dara muluk, Ken Arok berpamitan untuk kembali ke istana Tumapel. Toh Kuning melepasnya hingga gerbang penginapan. Dalam waktu yang tersisa, Toh Kuning mencoba merebahkan tubuhnya dan sungguh-sungguh ingin melepaskan penat yang mendera setelah beberapa hari mengurangi masa istirahatnya.   Di wilayah yang lain, Pamekas berusaha keras dapat memenuhi perintah Toh Kuning dalam waktu sepekan. Ia bersungguh-sungguh meneruskan perintah pemimpinnya pada kawan-kawannya. Sehingga kemudian mereka telah berada di alun-alun Tumapel dan menyebar agak berjauhan dalam keadaan mengawasi pohon beringin putih. Sementara itu, dalam masa sepekan, Toh Kuning bekerja keras bersama prajurit Tumapel untuk memulai pengepungan rumah yang dijadikan tempat berkumpul orang-orang Ki Arumpaka. Dengan siasat jitu, Toh Kuning dapat mengurangi jumlah orang yang biasa datang berkunjung ke rumah itu untuk persoalan-persoalan yang timbul di sawah. Sedangkan di lingkungan istana Tumapel. Toh Kuning telah meminta Akuwu Tunggul Ametung untuk memilah orang-orang Ki Arumpaka yang menyamar. Maka dengan demikian, orang-orang Ki Arumpaka akan berada dalam giliran waktu yang sama saat berada di lingkungan istana Tumapel. Dan mereka yang berada di luar lingkungan telah mendapatkan pengawasan yang ketat dari prajurit Tumapel. (bersambung ke bab selanjutnya)      

Sumber: