Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Perwira (2)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Perwira (2)

Orang-orang di dalam ruangan memalingkan pandangan pada Toh Kuning dengan raut muka tegang. Para perwira yang berpengalaman jauh di atas Toh Kuning tidak dapat menduga secara tepat maksud ucapan Ki Rangga Gubah Baleman. Penjelasan Ki Gubah Baleman memang menunjukkan ada sesuatu yang menarik perhatian tetapi para perwira itu tidak mempunyai gambaran pasti tentang tujuan kalimatnya.  Oleh karena itulah mereka seperti menunggu Toh Kuning mengatakan sesuatu yang dapat menjadikan segalanya lebih jelas. Lalu Ki Gubah Baleman mengalihkan perhatian mereka, katanya, ”Toh Kuning akan bertugas secara khusus memecahkan persoalan ini. Aku tahu ia belum mempunyai pengalaman yang cukup sebagai prajurit, namun ia lebih mengenali keadaan yang telah dikenalnya selama bertahun-tahun. Aku meyakini Toh Kuning dapat menembus tirai gelap yang menutup pembunuhan itu. “Kalian juga tentu telah paham bahwa kelompok itu sangat kuat, bila tidak, mengapa harus ada yang terbunuh? Itu adalah pesan yang seharusnya dapat kalian mengerti. Selain kemampuan pribadi, aku rasa kelompok itu juga mempunyai seorang juru siasat. Bukan tidak mungkin, orang itu juga mempunyai keahlian tentang gelar perang. “Anda semua, para perwira yang saya hormati. “Ada sebuah garis yang dapat menghubungkan pembunuhan para prajurit Kediri itu dengan upaya raja akhir-akhir ini. Kita dapat menarik kesimpulan, walau tidak dapat dikatakan benar, bahwa keputusan Baginda Kertajaya telah menyebabkan sejumlah kelompok menjadi tidak puas. Lalu, mereka berusaha merenggangkan hubungan antar kelompok dan menggoyahkan keteguhan mereka dengan ikatan pada negeri ini.” “Saya kira memang demikianlah yang terjadi, Ki Rangga,” kata Ki Lurah Dali Ireng. ”Banyak orang yang menyuarakan keti-dakpuasan terhadap keputusan raja. Sebagian mengobarkan perlawanan walau pun belum meluas menjadi pertentangan yang nyata, tetapi benih telah bermunculan.” Ki Dali Ireng menyiratkan kegetiran. Ia telah membayangkan sebuah masa depan yang dapat berkembang dari kericuhan yang tersembunyi. “Tetapi itu tidak berarti membunuh prajurit Kediri adalah perbuatan yang benar. Meskipun raja membuat kesalahan, kita telah mengerti bahwa kesalahan raja adalah kesalahan yang termaafkan. Raja adalah tangan dewa di atas bumi, dan kita terikat di tangan itu. Apabila kita berjalan lambat mengurai masalah ini, mungkin keadaan di luar semakin sulit terkendli. Boleh jadi, akan bertambah jumlah prajurit yang terbunuh setiap harinya. Dan bila itu terjadi maka keamanan Kediri akan menjadi sehelai tipis rambut di ujung pedang,” kata Ki Gubah Baleman. Para perwira itu mengangguk-angguk. Wajah mereka menunjukkan ketegangan. Sorot mata mereka memancarkan kesadaran pentingnya pencegahan agar tidak terulang peristiwa yang sama. “Apabila Toh Kuning yang aku angkat sebagai pemimpin satuan khusus untuk menangani persoalan ini, apakah kalian keberatan?” bertanya Ki Gubah Baleman sambil menatap satu demi satu wajah perwira yang ada dalam biliknya. “Kami akan mengikuti arahan Ki Rangga dengan sebaik-baiknya,” jawab seorang perwira,” kami tidak menyangsikan ilmu Toh Kuning dan kemampuannya untuk memburu kelompok itu. Tetapi kita tidak dapat melepaskan satuan ini bergerak sendiri.” “Mereka akan memberi laporan tentang perkembangan yang mereka dapatkan. Apapun itu!” tegas Ki Gubah Baleman. Kemudian ia berpaling pada Toh Kuning, ”Kau tidak mendapat izin untuk menyerang kelompok itu secara langsung. Terlebih jika kekuatan mereka berada di atas kalian. Kalian hanya  aku izinkan untuk menyerang apaila mereka tersebar dalam kelompok kecil. Tetapi kalian harus ingat jangan ada korban mati dari pihak kita. Meskipun ia adalah seorang juru masak!” Toh Kuning menganggukkan kepala. “Saya, Ki Rangga!” (bersambung)      

Sumber: