Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Bergabung (5)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Bergabung (5)

Mereka sadar bahwa kematian Ki Branjangan Putih akan membuat mereka kehilangan kendali. Mereka akan kehilangan pusat perintah yang kuat dan hebat. Maka demikianlah orang-orang padepokan justru melakukan perlawanan lebih hebat kala mereka bertempur berdekatan dengan pemimpin mereka. Mereka telah banyak melihat kematian demi kematian merenggut kawan-kawannya, sahabatnya, keluarga bahkan orang tua mereka sendiri. Mereka telah melewati banyak kesengsaraan yang timbul karena kematian. Maka kemudian mereka bertempur semakin garang dan telah melupakan dirinya sendiri demi keselamatan Ki Branjang Putih. Meskipun keadaan belum sepenuhnya dalam penguasaan prajurit Kediri, orang-orang padepokan satu demi satu mulai tumbang. Ki Branjangan Putih pun tidak lagi dapat memberikan perlawanan sengit pada Gubah Baleman namun ia belum menyerah. Tetapi ketika ia melihat pengikutnya sudah tidak mampu melawan sepenuh tenaga, tiba-tiba Ki Branjangan Putih menghentak ilmu melebihi daya tahannya. Dan kemudian yang terjadi adalah Ki Branjangan Putih roboh bermandi darah tatkala kedua telapak tangannya serentak beradu tenaga dengan Gubah Baleman. Dalam waktu yang cukup singkat, pasukan Kediri telah menguasai keadaan di padepokan. Para lurah prajurit mulai memeriksa mereka yang menjadi tawanan. Sementara Gubah Baleman memasuki setiap ruangan yang tersebar di dalam bangunan-bangunan yang ada di lingkungan padepokan. Gubah Baleman mendapati begitu banyak senjata yang ada di beberapa ruangan. Seakan-akan senjata telah cukup untuk merebut kerajaan. Beberapa orang telah bersimbah darah dengan napas keluar satu per satu dari hidungnya. Ada yang tidak dapat tertolong lagi. Para korban segera dikumpulkan pada satu tempat atas perintah Gubah Baleman. Suasana kacau yang terjadi ketika orang-orang berhamburan dari barisan dimanfaatkan pemilik sepasang mata itu untuk mendekati Toh Kuning. “Toh Kuning!“ orang yang mendekati Toh Kuning berseru pelan. Toh Kuning meloncat surut dan mengamati orang yang menegurnya. Meskipun wajah orang itu tidak terlihat begitu jelas olehnya, Toh Kuning masih mengenal suara orang itu. tiba-tiba orang itu menempatkan telunjuknya di depan bibir lalu mengajak Toh Kuning keluar dari pertempuran. Namun Toh Kuning tidak segera mengikuti kepergian orang asing itu, ia masih berusaha menuntaskan tugas yang diberikan oleh Ki Rangga Gubah Baleman. Lalu ketika pertempuran mulai berkurang dan pasukan Kediri telah tenggelam dalam kewajiban masing-masing, diam-diam Toh Kuning meluncur mengikuti arah orang asing itu pergi. Tubuh Toh Kuning melesat sangat ringan dan tidak ada orang yang menyadari apabila Toh Kuning sudah menghilang sebelum pertempuran benar-benar usai. Murid Begawan Bidaran itu kemudian melihat sosok bayangan berdiri dalam keremangan senja. Ketika ia semakin dekat dengan bayangan itu, tiba-tiba bayangan itu berlari menjauh dengan cepat seolah-olah ia sedang terbang di atas rerumputan. Toh Kuning yang tidak mengenali hutan di sebelah padepokan itu mengalami kesulitan untuk mengejarnya. Mereka berdua semakin jauh dari padepokan. Namun Toh Kuning telah memperhitungkan kemungkinan adanya jebakan untuknya, maka ia mengurangi kecepatannya lalu bersikap waspada. Tiba-tiba lengking panjang memecah kesunyian. Dengan kecepatan yang sukar diterima akal sehat, seseorang menyerang Toh Kuning dengan ilmu yang luar biasa. Keris yang terjulur dari penyerang asing itu menebas dengan cepat, Toh Kuning yang terkejut kecepatan yang datang seperti kilat. Kecepatan tinggi yang ada dalam dirinya dapat menghindarkan Toh Kuning dari bahaya tetapi keris itu masih datang seperti pusaran gelombang lautan. Toh Kuning masih dapat menahan diri untuk membalas tanpa di-sertai nalar. Ia mencoba mengenali olah gerak lawannya yang seperti tidak asing baginya. Keraguan membayang dalam hatinya ketika mengingat suara yang telah dikenalnya. “Kau harus tetap hidup atau akan mati dalam derita,” kata penyerang itu. Gembira bukan kepalang hati Toh Kuning saat benar-benar yakin mengenal suara yang lama dirindukan. Kini Toh Kuning tanpa ragu membalas serangan penyerang yang berkelahi nyaris tanpa mengangkat wajahnya. “Ken Arok!” bercampur rasa gembira dan bingung dalam hati Toh Kuning. Namun Ken Arok semakin garang mengurungnya dalam serangan yang mengalir sangat deras. Menyadari jika orang yang diyakininya sebagai Ken Arok berusaha membunuhnya, maka Toh Kuning tidak membiarkan kegelisahan menguasai dirinya lebih lama. Ketika keris penyerang itu menyengat dari bawah lambung, Toh Kuning menjatuhkan diri dan berguling cepat lalu menebas bagian kaki lawannya. (bersambung)      

Sumber: