Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Bergabung (4)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Bergabung (4)

Tongkatnya berputar-putar menyengat setiap orang yang mendekatinya. Mereka tidak mampu menembus pertahanan Toh Kuning meski mereka mengeroyoknya. Tubuh para pengoroyok Toh Kuning terpental jatuh setiap kali tongkatnya menyentuh bagian tubuh mereka. Pergerakan dan kekuatan Toh Kuning meringankan beban Ki Lurah Trowani. Kemampuan Toh Kuning telah menjadi daya tarik bagi orang-orang padepokan untuk datang mengeroyoknya. Maka dengan begitu lawan yang dihadapi pasukan Ki Lurah Trowani menjadi berkurang. Dengan demikian usaha mereka untuk membuat barisan pertahanan yang akan mempertahankan halaman belakang padepokan menjadi berat. Semakin lama mereka semakin terdesak dan semakin dekat dengan bangunan utama padepokan. Kematangan prajurit Kediri menjadi terlihat ketika mereka dapat memanfaatkan celah pertahanan lawannya. Mereka bergerak semakin maju. Pertahanan orang-orang Waringin Kelabang kemudian menjadi pecah saat Gubah Baleman memerintahkan prajuritnya untuk membakar dinding padepokan yang terbuat dari kayu. Keadaan di bagian depan menjadi terpecah karena harus membagi perhatian. Perkembangan itu kemudian dimanfaatkan oleh prajurit Kediri untuk mendobrak masuk pintu padepokan yang terbakar. Ki Branjangan Putih dengan penuh amarah menghadang Ki Rangga Gubah Baleman. Ia bertempur penuh geram dalam hatinya sehingga ia mengalami kesulitan menjaga kedudukan, sedangkan Gubah Baleman adalah seorang perwira yang berkepandaian tinggi. Dari orang-orang yang bertugas sebagai penghubung, Ki Branjangan Putih mengetahui bahwa orang-orangnya tidak akan mampu bertahan lebih lama. Sambil mengeluarkan segenap kemampuannya, Ki Branjangan Putih mencari seseorang yang sering menjadi temannya kala menyusun rencana. “Aku tidak melihatnya,” desah Ki Branjangan Putih dalam hatinya. Ketika seorang penghubung melintas di dekatnya, ia meloncat surut menjauhi Gubah Baleman. “Apakah kau melihat Ken Arok?” Ki Branjangan Putih bertanya. “Tidak,” singkat petugas penghubung itu menjawab. Maka dengan jawaban yang sebenarnya tidak diharapkan olehnya, Ki Branjangan Putih memutuskan untuk bertahan penuh di bangunan utama. Suaranya melengking meneriakkan perintah untuk mundur. Seiring dengan suaranya yang mampu merobek gendang telinga,  Ki Branjangan Putih menyerang Gubah Baleman dengan terjangan dahsyat. Namun Gubah Baleman telah meningkatkan ilmunya setingkat lebih kuat dari sebelumnya. Ki Brajangan Putih dengan hebat berusaha mendesak Gubah Baleman, tetapi ia kesulitan menutup ruang gerak pemimpin prajurit yang bertempur sangat tenang. Suara prajurit Kediri yang bersorak seperti gemuruh saat memasuki halaman depan padepokan membuat hati lawannya menjadi kecut. Dengan cepat pasukan Kediri menyebar dan bersatu dengan kawannya yang datang dari halaman belakang. Meski jumlah pasukan Kediri tidak sampai empat puluh orang, namun perbuatan mereka mengensankan seolah berhasil merebut padepokan dari pengikut Ki Branjangan Putih. Tandang Toh Kuning yang menggila agaknya membuat jerih pengikut Ki Branjangan Putih. Sebagian di antara mereka sudah mengalami kesulitan untuk memusatkan pikiran. Tubuh Toh Kuning yang berkelebat sangat cepat dan tongkat bambu yang mematuk dada lawannya telah berhasil  mengurangi jumlah orang-orang padepokan. Sepasang mata dengan tajam mengawasi Toh Kuning dari sebuah pohon kedondong yang tumbuh lebat di tengah-tengah halaman padepokan. Orang ini terlepas dari penglihatan orang-orang yang bertempur dengan sengitnya. Perintah Ki Branjangan Putih telah sampai pada pendengaran para pengikutnya. Mereka kemudian serentak mundur dan berkumpul di bangunan induk. Para pemimpin kelompok berteriak keras memberi perintah orang-orang padepokan untuk menyusun barisan pertahanan. Namun ketika mereka melihat Ki Branjangan Putih masih terikat dalam pertarungan melawan Gubah Baleman, orang-orang padepokan berhamburan keluar dari barisan menuju lingkar perkelahian pemimpinnya. (bersambung)      

Sumber: