Perjalanan Jiwa Seorang Lelaki Pasca Di-PHK (4-habis)

Perjalanan Jiwa Seorang Lelaki Pasca Di-PHK (4-habis)

Malah Diberi Pekerjaan Mantan Istri

Rudi pernah nekat ke rumah Sulkan yang berjarak cukup jauh. Lelaki tersebut hendak menyampaikan ide gilanya. Siapa tahu Sulkan bersedia? Rudi terlambat 20 menit. Sulkan sudah berangkat kerja. Memang sudah pukul 06.00. “Padahal, aku sudah berangkat pagi sekali. Ketika orang-orang baru turun dari salat Subuh di masjid,” kata Rudi. Rudi sengaja berangkat pagi dengan harapan bisa menemui Sulkan sebelum sebelum berangkat kerja. Agar pikiran Sulkan masih segar dan dapat mencerna maksud kedatangan Rudi. Mau kembali pulang, Rudi merasa terlalu lelah. Kekutan tubuhnya memang sudah tidak seperti dulu lagi, sebelum kena serangan stroke. Saat ini beraktivitas sedikit saja badan terasa lemah dan maunya dibawa tidur melulu. Terpaksa Rudi mencari masjid atau musala terdekat. Dapat. Sebuah musala kecil di sudut gang. Agak jorok. Tapi cukuplah untuk sekadar menyandarkan tubuh dan meluruskan kaki. Rudi lantas menyandarkan diri di dinding luar teras musala tadi. Kantuk spontan menyerang. Dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar, Rudi mendengar suara seseorang. Wanita. Dia memberikan tas kresek. “Bapak belum sarapan kan? Alhamdulilah ini ada nasi bungkus dan segelas air mineral untuk Bapak. Jumat berkah,” kata wanita tadi sambil mengulurkan tangan. Rudi bingung. Walau begitu, dia menerima pemberian tadi. Kebetulan perutnya kosong. Lapar. Sampai wanita tadi pergi, Rudi lupa mengucapkan terima kasih. “Ah, sudahlah,” pikir Rudi waktu itu. Rudi tertidur nyenyak setelah sarapan. Sangat nyenyak, dan baru terjaga ketika ada seseorang membangunkan. “Bangun, Pak. Sudah hampir masuk waktu Duhur. Saya mau azan dulu. Sebentar lagi jemaah pada datang,” kata lelaki sepuh tadi. Rudi bergegas hendak berkemas tapi dicegah lelaki tadi. “Tidak usah pergi. Di sini saja ambil wudu dan ikut salat berjemaah. Nanti kalau mau tidur lagi, silakan,” imbuh lelaki tadi. Rudi celingu’an. Meski sudah berumur, Rudi sangat jarang salat. Terutama sejak duduk di bagku SMA hingga bekerja, hingga diberhetikan kerja setelah kena serangan stroke. Dia segera pamit dengan alasan pakaiannya kotor. Lusuh. Dia mencoba melewati jalan di depan rumah Sulkan. Siapa tahu lelaki yang dicari tersebut ada di rumah. Harapan Rudi terkabul. Tepat di depan gerbang pagar rumah Sulkan, pemilik rumah itu menyapa Rudi. Mereka lantas masuk rumah dan berbincang. Rudi sangat serius menyampaikan maksud kedatangannya. Sementara, Sulkan malah menanggapi dengan senyum dan senyum. “Saya paham Mas. Paham sepenuhnya apa yang Mas Rudi rasakan saat ini. Saya akan memikirkannya. Sekarang kita makan siang dulu. Nanti Mas saya antar pulang sambil saya kembali ke kantor,” kata Sulkan. “Mas setuju?” desak Rudi. “Tadi kan sudah saya bilang: akan saya pikirkan. Mas Rudi santai-santai dulu di rumah,” kata Sulkan. Ternyata Sulkan tidak pernah menghubungi Rudi. Padahal, setiap hari Rudi menunggu kontak dari Sulkan dengan waswas. Pada kondisi seperti itulah Memorandum bertemu Rudi di warung kopi. Rudi berencana konsultadi ke PA soal proses pengajuan perceraian. Tapi tidak jadi. Rudi ragu karena belum ada kepastian dari Sulkan: apakah nantinya bersedia menikahi janda Endang setelah dia ceraikan? Rudi pamit pulang, dan sejak itu kami tidak pernah bertemu. Tiga bulan berlalu. Memorandum kepo. Ingin mengetahui kabar Rudi. Dua hari lalu Memorandum akhirnya menelepon Rudi. Alhamdulillah sambung. “Alhamdulillah baik-baik saja Mas,” kata Rudi di telepon. Dia menambahkan bahwa sekarang sudah dapat kerja. Menurut Rudi, dia diterima kerja di perusahaan Sulkan atas rekomendasi lelaki tersebut. (jos, habis)    

Sumber: