Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (23)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (23)

Begawan Bidaran kemudian mempersilahkan para prajurit Kediri untuk memasuki bangunan utama padepokan, sementara Toh Kuning bergegas melangkah ke dapur yang berada di dekat halaman belakang. Ia mengajak serta beberapa cantrik untuk menyiapkan makanan dan minuman sekedarnya bagi prajurit Kediri. Para prajurit Kediri itu kemudian mengagumi bagian dalam bangunan yang mempunyai empat pilar kayu jati yang kokoh. Mereka memandang lukisan-lukisan yang menempel pada dinding. Ada lukisan yang bercorak timbul karena terbuat dari serbuk kayu yang telah dicampuri dengan semacam perekat. Ada lukisan yang mempunyai corak seperti pahatan-pahatan yang biasa terdapat pada dinding candi. Gubah Baleman telah banyak mengenal perguruan yang tersebar di lereng Arjuna dan Penanggungan, namun ia tidak dapat menutup perasaan takjub ketika melihat segala hiasan yang ada di bagian dalam. Begawan Purna Bidaran duduk di atas bantalan empuk dari kapuk randu, lantas ia meminta tamu-tamunya untuk duduk pada tempat yang telah disediakan. “Saya tidak ingin kita berada di atas jalan yang berbahaya,” berkata Ki Rangga Gubah Baleman pada Begawan setelah keduanya saling bertukar kata untuk menyapa,”tetapi saya tidak mempunyai pilihan lain karena tugas sebagai prajurit adalah melaksanakan perintah raja. Terlepas perintah itu salah atau benar.” Toh Kuning kemudian melangkah masuk dengan kepala tertunduk sehingga bentuk wajahnya tidak dapat dilihat oleh Gubah Baleman. Di belakang Toh Kuning muncul beberapa cantrik yang turut membawa mangkok dan makanan ringan. Mereka dengan cekatan menata hidangan di atas tikar pandan lalu meminta mereka untuk menikmatinya. Ki Rangga Gubah Baleman dan para  prajuritnya kemudian mengambil satu dua potong dan minum sekedarnya. Sementara itu para prajurit merasa ada sesuatu yang berbeda di dalam ruangan jika dibandingkan dengan perguruan lain yang telah mereka datangi. Terasa oleh mereka dentang jantung yang berdebar di dalam dada masing-masing. “Sebuah keinginan yang tidak sepatutnya ada dalam diri seorang raja,” kata Begawan Bidaran lirih. “Kami tidak dapat mencegahnya, Begawan. Yang dapat kami lakukan hanyalah menghambat keinginan beliau, meskipun kami tahu jika keinginannya tidak dapat dihentikan,” kata Gubah Baleman dengan menarik napas panjang. Kemudian ia berkata lebih lanjut, ”Kami, para prajurit, sebenarnya khawatir jika raja merasa dihalangi lalu ia menghancurkan kami hingga lumat tak tersisa.” Begawan mendengarkannya lalu menatap wajah para prajurit satu demi satu. Ia dapat melihat kegelisahan dan ketegangan yang menjalari hati mereka. Guru Ken Arok ini kemudian berkata, ”Meskipun kalian khawatir akan dihancurkan, tetapi kalian tidak perlu menakuti para pemimpin perguruan. Para brahmana itu hanya sekedar menjaga kelanggengan pengetahuan. Mereka juga mempunyai tugas yang sama dengan kalian. Sementara perkembangan yang terjadi seperti perbedaan gagasan adalah buah dari pengembangan pengetahuan itu sendiri.” “Saya dapat memahami persoalan itu, Begawan. Keinginan raja untuk menjadikan dirinya sebagai pusat dari segala sesuatu, sejauh yang dapat saya ketahui, seolah telah menjadi tujuan akhir baginya. Hasrat untuk dikenang sebagai dewa nyaris mengubah segalanya.” Gubah Baleman membenahi duduknya kemudian berkata lagi, “Raja tidak pernah peduli. Sebenarnya tidak ada kekurangan yang dapat menjadi kelemahannya. Ia begitu tekun dalam merawat negara ini. Sri Baginda Kertajaya adalah seorang pekerja keras. Setiap segi yang menopang kehidupan telah mendapatkan perhatiannya.” “Aku memang jarang berkelana dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tetapi aku dapat melihat ia memang menggerakkan setiap orang untuk menjadi lebih maju. Dan aku sendiri tidak dapat menyalahkanmu dan para prajurit lainnya, termasuk Mahesa Wunelang. Aku hanya tidak ingin perguruanku ini terjebak dalam pusaran perbedaan yang meningkat tajam,” ucap Begawan Bidaran yang terlihat sedang berpikir keras seolah bimbang tengah mengusik kedalaman hatinya. Namun ia segera menyingkirkan keraguan itu, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata, ”Aku ingin menempatkan seseorang yang aku percaya dapat menjaga Sri Baginda Kertajaya.” (bersambung)    

Sumber: