Tolak Kerja Sama dengan BPJS, 17 RS Swasta Dipanggil Dewan

Tolak Kerja Sama dengan BPJS, 17 RS Swasta Dipanggil Dewan

Surabaya, memorandum.co.id - Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) DPRD Surabaya memanggil 17 rumah sakit (RS) swasta yang menolak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Senin (11/4), di ruang rapat Paripurna. Agenda ini berkaitan erat dengan layanan kesehatan gratis andalan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang dikenal dengan Universal Health Coverage atau Jaminan Kesehatan Semesta. Legislatif menilai, program tersebut tidak berjalan maksimal. Sebab masih ada 17 rumah sakit dari total 60 rumah sakit di Surabaya yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ketua Pansus LKPj Baktiono mengungkapkan, 17 RS itu di antaranya RS Adi Husada Undaan, RS Darmo, RS Kristen Vincentius A Paulo, RS Premier, RSIA IB, RS Onkologi, RSIA Cempaka Pulih Permata, RSIA Pusura Tegalsari, RSIA Kendangsari, RS Orthopedi dan Traumatologi, RS Gigi dan Mulut Nala Husada, RSIA Kendangsari Merr, RS Mitra Keluarga, RSIA Lombok 22 Lontar, RSIA Lombok 22, RSIA Ferina, dan RS National Hospital. Menurut Baktiono, program UHC berjalan pincang. Karena masih menyisakan 17 RS yang belum digandeng dalam melayani kesehatan gratis bagi warga Surabaya. Ini menjadi PR besar bagi Dinas Kesehatan (dinkes) Surabaya. Pihaknya mendesak jadi perhatian serius dan harus dituntaskan. Harus selaras dengan janji kampanye Eri-Armuji, yang berobat gratis hanya menggunakan KTP atau KK Surabaya. “Visi misi berobat gratis itu harus diwujudkan dengan gamblang. Kalau masih ada rumah sakit yang belum kerja sama, maka kita minta menjadi perhatian dinkes untuk diselesaikan,” ujarnya seusai Paripurna. Dari hasil rapat yang digelar sore tersebut, beragam alasan diutarakan oleh 15 RS (2 tidak hadir) musabab belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Di antaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai, fasilitas kesehatan (faskes) yang kurang mencukupi, lahan parkir yang sempit, hanya memiliki 25 kamar rawat inap, hingga memang menolak kerja sama sebab layanan kesehatan yang tersedia tak di-cover BPJS Kesehatan. Kendati demikian, dari 17 RS tersebut, total sudah ada 5 RS yang bersedia untuk bekerja sama. Tinggal mengatur penyesuaian dengan BPJS agar segera terlaksana. Sedangkan yang lain, menyisakan sinkronisasi aturan. “Yang sudah jelas RS Darmo, RS RKZ, RS Adi Husada Undaan, RS Premier, dan RS Mitra Keluarga. Ini mereka sudah siap semua, karena mereka rumah sakit besar dan faskesnya memadai,” papar Baktiono, yang juga ketua Komisi C DPRD Surabaya ini. Adapun untuk RSIA, disebut tidak mungkin menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dengan BPJS Kesehatan. Hal ini lantaran ada layanan kesehatan khusus yang tak ter-cover. Seperti layanan bayi tabung, vertilitas kesuburan, yang ini tak dapat dikerjasamakan. Selanjutnya, Pansus LKPj akan kembali mengundang dinkes, BPJS Kesehatan, dan 17 RS tersebut untuk mengentaskan polemik ini. Pansus ingin program UHC berjalan maksimal, tidak setengah-setengah. Apalagi program itu menjadi janji kampanye Eri-Armuji. “Dalam minggu ini akan kembali kita undang, kita pertemukan seluruh pihak yang terlibat. Kita sudah sepakati agar dituntaskan. Jadi nanti akan langsung kita MoU-kan di sini, kita fasilitasi, 17 RS tersebut untuk bekerja sama dengan BPJS,” tegas politisi senior ini. Sementara itu, dr Didi D Dewanto, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Komisariat Surabaya menuturkan, pihaknya akan mendorong ke-17 RS tersebut agar bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. “Rumah sakit umum, seperti RS Darmo, Adi Husada Undaan, mungkin bisa di-push agar segera bekerja sama. Namun juga ada rumah sakit khusus yang belum perlu untuk bekerja sama dengan BPJS, karena layanannya bayi tabung yang belum di-cover,” cetus Didi. Didi juga mengaku sepakat agar program UHC berjalan optimal. Sejatinya tak ada kendala yang serius. Bahkan dikatakannya, BPJS sudah surplus. Pihak RS swasta tak perlu khawatir menalangi dana layanan kesehatan yang belum terbayar. Terlebih, dua tahun terakhir BPJS telah meluncurkan program Supply Chain Financing (SCF). Program ini dapat membantu cash flow (arus kas) rumah sakit agar tetap terjaga likuiditasnya. “Sudah ada SCF, RS mitra tak perlu lagi khawatir. Ini program percepatan untuk membantu klaim biaya pelayanan kesehatan melalui pengambilalihan invoice yang telah disetujui oleh BPJS Kesehatan. Jadi ada berita acara bisa diklaim. Bahkan saat ini BPJS surplus, malah kami yang dikejar-kejar, kok belum mengajukan,” tuntasnya. (bin/ono)

Sumber: