Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (15)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (15)

Tiba-tiba terdengar sorak sorai sekelompok orang berseragam datang memasuki arena pertempuran. Kata-kata yang membangkitkan semangat serempak terucap dari orang-orang yang  masih menyimpan senjata masing-masing.Perisai dan tombak yang beradu dentang semakin menggelorakan nyala yang seolah mengatakan ‘kami datang untuk menang.’ Toh Kuning meloncat surut lalu melihat Mahendra yang memandangnya dengan senyum mengembang. Raut wajah Toh Kuning berubah manakala dua matanya melihat kelompok yang baru datang itu adalah prajurit Kediri. Dadanya berdesir dan darahnya mengalir kencang. Ketegangan segera menjulur lalu mencengkeram Toh Kuning. Ia menabar pandang. Sekarang, ia seorang diri yang masih tegak melawan kelompok Mahendra ditambah kehadiran prajurit Kediri. “Mahendra,” kata seseorang yang melayang jungkir balik di atas kepala para prajurit Kediri. “Kakang Mahesa,” sambut Mahendara saat berpaling pada orang yang kini berdiri di sampingnya. Lantas ia menoleh ke arah Toh Kuning dan berkata, ”Inilah wujud Mahesa Wunelang sesungguhnya. Mungkin akan lebih baik jika kau menyerahkan diri. Lihatlah sekelilingmu, Toh Kuning. Hey, apakah aku tidak salah menyebut nama?” Mahendra mengucap kata dengan napas yang masih teratur mengalir dari dadanya. “Ki Sanak,” berkata Toh Kuning. ”Menyerah? Itu bukan kata-kata yang tepat untuk aku dengar saat ini. Yang aku ingin dengarkan darimu adalah kau menyerahkan logam emas kerajaan dan membiarkan Mahesa Wunelang menjadi pengikutku.” Ia menunjuk pada tempat Ken Arok yang terkapar kemudian berkata lagi, ”Mahesa Wunelang dapat menjadi pendukungku apabila anak itu mempunyai halangan untuk menemaniku.” “Kurang ajar!” Mahesa Wunelang menggeram marah. Ia menoleh Mahendra lalu, ”Aku akan meringkusnya kemudian menyerahkannya pada Sri Raja Kertajaya sebagai hadiah.” Mahendra menganggukkan kepala lalu beringsut mundur bergabung bersama orang-orang yang  melingkari Toh Kuning. “Oh!” saudara seperguruan Ken Arok itu kemudian bertepuk tangan. “Bagus, sangat bagus. Sungguh menyenangkan jika Mahesa Wunelang ingin mengenal siapa aku lebih jauh. Kemarilah, Prajurit!” Toh Kuning segera menggebrak sepenuh tenaga sekejap setelah mengatupkan bibirnya. Ia menyerang Mahesa Wunelang dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Keris Toh Kuning, bagaikan kilat,  menyambar-nyambar Mahesa Wunelang yang cepat memutar tombak untuk membendung serangan Toh Kuning yang sangat ganas. Putaran cepat tombak  Mahesa Wunelang akhirnya membentur keris Toh Kuning, ketika ia mencoba mengungkit tombak lawannya. Ia berseru kaget lalu memaki lawannya dengan kata-kata kasar. Betapa ia merasakan seperti dihisap oleh satu kekuatan yang tidak terlihat. Namun Toh Kuning adalah pemuda cerdik, ia segera melepaskan tendangan ke siku lawannya. Mahesa Wunelang tidak mempunyai pilihan lain selain melepaskan senjatanya yang menempel pada keris Toh Kuning, jika ia terlambat sedikit saja maka persendian tulangnya akan patah karena tendangan itu membawa sambaran angin yang kuat. Sebagai pemimpin prajurit yang berkedudukan tinggi, sudah sepantasnya jika Mahesa Wunelang mempunyai ketenangan yang cukup dalam. Meskipun ia terkejut dengan serangan mendadak Toh Kuning, meskipun tombaknya sempat terlepas dari genggam lalu terjatuh, Mahesa Wunelang mengait senjatanya dengan ujung kaki. Dalam sekejap ia kembali memegang senjata. Setelah itu, serangan Toh Kuning dibalasnya dengan sebuah gerakan berbahaya. Mahesa Wunelang,  yang cepat menjaga keseimbangan, mendadak menyerang balik dengan tusukan tombak yang menukik ke pangkal kaki Toh Kuning. (bersambung)    

Sumber: