Saat Wanita Menikah di Atas Usia 50 Tahun (4-habis)

Saat Wanita Menikah di Atas Usia 50 Tahun (4-habis)

Menghabiskan Hidup dalam Kesendirian

Budi orangnya memang sangat sederhana. Hidupnya sangat teratur tapi tidak terlalu terikat kepada aturan-aturan tertentu. Pukul 09.00-10.00 adalah waktu khusus yang dia luangkan untuk bersosialiasi dengan lingkungan. Pada jam tersebut Budi paling gampang ditemui di warung kopi di dekat pintu masuk kompleks. Dia selalu pesan kopi pahit tanpa gula atau sedikit gula yang diistilahi gula samar-samar. Sejam sebelum Magrib Budi sudah duduk bersila di shaf pertama. Danang  yang sengaja duduk tidak jauh darinya lamat-lamat mendengar dia melantunkan zikir petang. Nadanya mengharukan, diteruskan istighfar sampai azan. Muazin masjid yang azan. Tapi, kalau sang muazin berhalangan atau telat, Budilah yang azan. Ini yang terlambat Danang ketahui. Andai tidak mengikuti Budi jogging atau jalan keliling kompleks selepas Subuh, pasti pengamatan ini lepas. Ternyata saat jogging keliling itu Budi selalu memberikan sedekah kepada tukang sampah yang ditemui di jalan. Pada jam-jam tersebut memang tukang sampah semburat menyebar dari depo sampah di pojok kompleks. Setelah merasa mendapatkan gambaran tentang Budi, Danang menyampaikannya kepada kakaknya, Mila. “Tidak salah. Mila memang cocok kalau menikah dengan Budi. Sama-sama gini,” kata Danang sambil mengacungkan jempol. Tidak pakai lama, lima hari kemudian, pernikahan Budi vs Mila digelar dengan teramat sangat sederhana sekali. Hanya ada Budi bersama anak ragil, Mila, dan dua jemaah masjid yang diminta menjadi saksi. Tentu saja ada orang dari KUA. Rumah tangga yang dibina Mila dan Budi tentu bakal sakinah mawadah warohma. Mereka akan selalu dilimpahi keberkahan hingga akhir hayat masing-masing. Itu harapan semua itu. Ternyata harapan tidak berjalan sesuai kenyataan. Budi yang beberapa hari tidak kelihatan di masjid dikabarkan terpapar corona varian Omicron. Dadanya sesak dan tubuhnya sangat lemas. Budi segera dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, dua hari kemudian lelaki baik tersebut sudah meninggal. Danang tidak menyangka Budi bakal pergi secepat itu. Sebab, orangnya sangat sehat. Wajahnya selalu ceria. Tidak pernah muram. Selalu ada senyum di bibirnya. Selalu ada harapan di sorot matanya. “Mungkin sudah takdir Mila menghabiskan hidup dalam kesendirian,” kata Danang. (jos, habis)    

Sumber: