Perjuangan Muslimah Sejati Pertahankan Iman (3)

Perjuangan Muslimah Sejati Pertahankan Iman (3)

Bersama Perempuan Lain Masuk Gereja

Fatimah melihat mobil Andik melaju pelan. Ternyata menuju minimarket. Andik memarkir kendaraannya di situ dan turun. Masuk minimarket. Sendirian. Fatimah menghentikan mobilnya agak jauh dan terus mengawasi. Sekitar 10 menit kemudian Fatimah melihat Andik keluar dari minimarket. Tapi tidak sendirian. Andik digandeng erat seorang perempuan berambut cokelat sebahu. Pemandangan selanjutnya menyakitkan hati Fatimah. Dia melihat Andik menuju sebelah kiri mobil dan membukakan pintu untuk si perempuan. Mesra. Spontan Fatimah teringat hal serupa yang pernah dia alami di awal-awal pernikahan dulu. Seketika tubuh Fatimah lemas. Dia khawatir perempuan itu adalah istri baru Andik. Atau paling tidak, kekasihnya. Fatimah berusaha menguatkan hati. Jangan sampai terjadi apa-apa terhadap dirinya. Ketika mobil Andik bergerak, Fatimah kembali mengikutinya. Dari jarak aman. Ternyata kabar yang didengar Fatimah benar. Mobil Andik memasuki kompleks gereja yang cukup besar di Surabaya Selatan, yang dibangun dekat masjid. Setelah memastikan Andik masuk gerja, Fatimah mengarahkan mobilnya masuk gerbang masjid tidak jauh dari gereja. Perempuan yang belum diberi momongan ini beriktikaf di sana sambil menunggu kepulangan Andik. Hampir 1,5 jam, jemaat gereja bubaran. Fatimah bergegas mempersiapkan diri untuk kembali membuntuti Andik. Ternyata terlambat. Ketika Fatimah menuju pintu masuk kompleks gereja, halaman sudah sepi. Artinya, sudah tidak ada jemaat tersisa. Termasuk Andik dan perempuannya. Meski agak kecewa, Fatimah pelan-pelan menuju rumah. Ternyata Andik sudah pulang. Dengan mesra Andik menyambutnya, tapi Fatimah menanggapinya dengan dingin. Andik bertanya, Fatimah tidak menghiraukan. Sikap seperti itu dipertahankan sepanjang waktu. Sampai malam. Sampai suatu saat Andik merayunya untuk melakukan hubungan suami-istri. Fatimah menolak sambil menyindir Andik, “Sebenarnya aku malas berkata. Ini mungkin perkataan terakhirku. Sebaiknya tinggalkan aku. Penuhi nafsumu dengan perempuan yang kau ajak ke gereja tadi pagi.”  Andik terdiam. Beringsut dia meninggalkan kamar dan duduk termenung di sofa ruang tamu. Sejak itu tidak ada komunikasi di antara mereka. Permintaan maaf Andik tidak pernah didengarkan. Apalagi dimaafkan. Fatimah hanya memberikan secarik kertas. Begini isinya, “Kita dulu menikah secara Islam. Karena itu, ceraikan juga aku secara Islam. Kalau engkau tidak segera mengurusnya, biarkan aku yang bakal mengurus perceraian kita.” Ditunggu hingga sepekan, Fatimah belum melihat Andik bergerak. Fatimah yang menghadiri taklim menemui guru ngajinya secara pribadi. Dia menceritakan kondisi rumah tangganya. “Sikap Ibu sudah benar.  Suami Ibu sudah kafir dan haram bagi Ibu,” kata Ustaz. (jos, bersambung)    

Sumber: