Ketua DPRD Surabaya Raih Penghargaan Tokoh Politik Daerah dari PWI Jatim

Ketua DPRD Surabaya Raih Penghargaan Tokoh Politik Daerah dari PWI Jatim

Surabaya, memorandum.co.id - Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono meraih penghargaan Tokoh Politik Daerah dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim. Penghargaan diberikan kepada Adi, lantaran politisi mantan wartawan itu dinilai sebagai tokoh politik progresif yang mampu membangun komunikasi publik yang baik dengan berbagai pihak. Selain itu, Adi yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya ini dinilai turut mendorong pembangunan di Kota Surabaya berlangsung lancar. “Terima kasih PWI Jawa Timur, terima kasih masyarakat Surabaya. Terima kasih PDI Perjuangan yang telah mempercayakan berbagai tugas kepada saya. Penghargaan ini menjadi pelecut bagi saya untuk terus meningkatkan kinerja bagi masyarakat,” kata Adi, Minggu (27/3/2022). Menurut Adi, menjadi tugas bersama untuk terus mendorong penguatan demokrasi dan partisipasi publik dalam pembangunan sebuah daerah. “Komunikasi lintas arah dengan berbagai pihak, sangat penting dilakukan untuk mengakselerasi pembangunan Surabaya, terus memajukan kota ini, sekaligus menyejahterakan masyarakat,” kata alumni Ilmu Politik, Fisip Unair itu. Adi menambahkan, selain komunikasi publik, komunikasi antarpemangku kebijakan di forkopimda juga sangat penting dilakukan. “Dengan komunikasi yang baik, berbagai masalah di masyarakat bisa segera mendapatkan solusi yang tepat,” katanya. Adi Sutarwijono sendiri dikenal sebagai tokoh politik yang dekat dengan wartawan, tentu dengan tetap menjunjung tinggi aspek profesionalisme masing-masing pihak. Terlebih Adi menjabat sebagai Ketua DPRD di Kota Pahlawan pada tahun 2019. Sejak mahasiswa, Adi sudah berminat menggeluti tulis-menulis. Dia menjadi wartawan di Harian Surya dari1996-2000. Dia ditugasi meliput sejumlah aksi unjuk rasa, di antaranya serangkaian demonstrasi PDI Pro-Megawati tahun 1996. Saat itulah Adi berkenalan dengan banyak tokoh PDI Pro-Megawati. Pada 28 Juli 1996, dia ditangkap aparat keamanan ketika meliput unjuk rasa massa PDI Pro-Megawati di Jalan Diponegoro Surabaya. Aksi demonstrasi sebagai reaksi sekaligus protes keras atas penyerbuan Kantor DPP PDI di Jakarta, 27 Juli 1996. Selama bekerja di Harian Surya, Adi belajar betul bagaimana menjadi wartawan profesional, yakni menjadikan tulisan untuk melaporkan kejadian, fakta, dan data di lapangan secara berimbang (cover both side). Dia juga belajar mengangkat kisah-kisah manusia (human interest) di balik berbagai peristiwa, dan menuliskannya di koran cetak. Sekitar tahun 2000, Adi bekerja di Majalah Tempo dan Tempo Interaktif, sebagai kontributor Surabaya. Dia melaporkan berbagai peristiwa di Surabaya dan Jawa Timur. Di penghujung tahun 2003, Adi Sutarwijono bergabung dengan PDI Perjuangan. Adi berhenti dari dunia wartawan. Karena baginya, menjadi wartawan profesional itu harus non-partisan. Sementara, dia sudah menetapkan pilihan politik di PDI Perjuangan. Meskipun demikian, Adi menggunakan kekuatan menulis yang dimilikinya untuk berkiprah di PDI Perjuangan. Dia membuat bulletin untuk kampanye, membuat rilis media, serta menulis untuk keperluan kampanye dan kepentingan PDI Perjuangan. Termasuk menulis opini di media massa. Sampai kemudian ditetapkan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya dan Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono masih menggunakan kekuatan menulisnya untuk memperkuat kiprahnya. Adi membangun relasi yang baik dengan banyak pekerja media. Dia membangun komunikasi yang baik dan lancar dengan banyak media. Jika ada pemberitaan yang merugikan, Adi memilih menggunakan hak jawab untuk klarifikasi. Ketika menjadi Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono masih menulis. Seperti menulis opini di media massa, dan membuat rilis media. Dengan menulis, Adi merasa bisa menuangkan gagasan-gagasan dalam dirinya untuk disampaikan pada khalayak ramai. Komitmennya tidak pernah henti untuk terus menjaga kebebasan pers, serta mendorong pertumbuhan pers yang profesional, dan mencerdaskan masyarakat. Bagi Adi Sutarwijono, kebebasan pers harus diperjuangkan dan dirawat dengan baik-baik. Karena pers menjadi pilar ke-4 demokrasi, yang menyuarakan suara rakyat, menyampaikan berbagai hal tentang kebijakan pemerintah, dan melakukan kontrol sosial dengan memegang teguh prinsip-prinsip jurnalisme yang berimbang dan profesional. “Kata-kata adalah kekuatan dahsyat. Karena dengan kata-kata, semua pihak bisa berkomunikasi, bisa berdialog, dan merumuskan masa depan yang baik,” pungkasnya. (bin)

Sumber: