Tumbuh Cinta di Tulungagung, CLKB di Kota Pahlawan (1)

Tumbuh Cinta di Tulungagung, CLKB di Kota Pahlawan (1)

Sejak Nikah, sang Suami Selalu Dipuji di Depan Saudara

Wajahnya istimewa: macan adus (manis, cantik, ayu, nduselan). Sayang, pesona itu ditenggelamkan oleh rambut acak-acakan dan wajah tak ber-make up sama sekali. Kusut. Sorot matanya juga kosong. Sesekali dia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada yang dipandang. Perempuan berusia sekitar 30 tahunan itu duduk di kursi ruang tunggu Pengadilan Agama Surabaya, Jalan Ketintang Madya. Ada tempat kosong di sebelahnya. Kebetulan. Memorandum mendekat dan permisi mau duduk. Jangankan mempersilakan, perempuan tadi, sebut saja Hana, hanya diam terpaku. Menoleh juga tidak. Wanita di sebelah Hana menyenggol lengannya, baru dia bereaksi, “Monggo,” katanya memersilakan Memorandum duduk. “Maaf, dia dia masih trauma,” kata wanita di sebelah Hana, yang ternyata kakak kandungnya. Sebut saja namanya Hanum. Basa-basi pun tercipta di antara kami. Menurut Hanum, adiknya trauma kepada lelaki karena baru saja disakiti suaminya, sebut saja Nanang (33). Pria tersebut mengkhianati cinta mereka di depan mata. Terang-terangan. Blak-blakan. Saking traumanya, adiknya tersebut sampai menilai semua laki-laki sama. Tidak bisa dipercaya. Apalagi, sebelumnya suami Hanum pun melakukan hal serupa: berselingkuh. “Semua lelaki sama. Bajingan,” sela Hana sambil memandang Memorandum. Kali ini sorot matanya tajam penuh kebencian. Seperti ada lava panas memancar dari bola matanya. Hanum mencoba menenangkan adiknya. Diraihnya pundak Hana, ditepuk-tepuk, lalu didekatkan kepala Hana ke pundaknya. Lantas dielus-elusnya rambut sang adik. Hanum mengaku bisa memahami apabila Hana sampai trauma. Sebab, sebelum tragedi itu terjadi, rumah tangga adiknya berjalan sangat harmonis. Hana sering memuji-muji Nanang di depan saudara-saudaranya, termasuk kepada Hanum. Hana mengaku bangga memiliki suami sebaik Nanang. Orangnya genteng, penuh pengertian, sabar, dan pandai mengalah. Karena itu, perubahan perilaku Nanang dirasakan Hana sangat menyakitkan. Pelan-pelan Hanum mengubah posisinya duduk untuk menyamankan posisi Hana yang ternyata tertidur di pelukan sang kakak. “Dia sering begini. Tidak tidur berhari-hari, kemudian tidur sembarangan ketika rasa kantuk menyerangnya,” kata Hanum. Orang-orang di samping Hanum berdiri, mempersilakan tempat duduknya dipakai agar Hana bisa tidur selonjor. Memorandum membantu mengangkat kaki Hana agar bisa bertumpu di kursi. Hanum minta maaf kepada orang-orang, lalu melanjutkan menceritakan kisah adiknya kepada Memorandum. Menurut Hanum, rumah tangga adiknya yang dibina sejak 12 tahun yang lalu mulai goyah sejak kepindahan tetangga baru pada 2015. Mereka adalah sepasang suami-istri pindahan dari Tulungagung, kota kelahiran suami Hana. Tak butuh waktu lama, kedua keluarga ini menjadi akrab. Mungkin itu dikarenakan Nanang dan perempuan pasangan suami-istri yang baru pindah tersebut adalah teman lama. Mereka teman sekelas sewaktu duduk di bangku SMA. Keakraban itu diwujudkan dalam berbagai acara. Saling mengundang makan malam, nonton dan rekreasi bersama, atau saling mengirim bingkisan. Sampai suatu saat, Hana khawatir terjadi sesuatu terhadap saminya. Tidak seperti biasanya, Nanang mulai bersikap aneh. Dia menjadi serba tertutup.  Sering menelepon atau menerima telepon secara diam-diam, bahkan menyimpan telepon tersebut bila sedang di rumah. Hana yang penasaran selalu memperhatikan di mana HP tersebut disimpan. Suatu waktu, secara sembunyi-sembunyi Hana mengambil HP Nanang ketika suaminya itu sedang mandi. HP itu diambil dari bawah tempat tidur. Kala melihat WA di HP sang suami, matanya terbelalak kaget. (bersambung)      

Sumber: