Cinta Itu Perlu Bukti (3)

Cinta Itu Perlu Bukti (3)

Kakak Berli Siap Mengambil Alih Tanggung Jawab si Adik

  Parlan tidak mau salah bersikap terhadap anak-anaknya. Hurek pun dipanggil untuk ditanya mengapa tega berusaha mencium Intan. “Kalau nanti terjadi sesuatu pada Berli, aku ingin mengambil alih tanggung jawabnya,” kata Hurek.   “Aku berusaha mencintai Intan, Pa,” tambah Hurek.   “Kau berharap sesuatu terjadi pada adikmu?” tanya Perlan. Marah. Dia tahu Hurek pasti menyimpan perasaan terhadap Intan. Itu tampak jelas dari cahaya matanya saat memandang Intan. Hurek yang merasa diskak mat ayahnya mulai berusaha menjaga jarak dengan Intan.   Sebulan kemudian Berli sudah bisa pulang dari rumah sakit. Tapi kondisiya amat memprihatinkan. Tidak lumpuh, memang. Tapi, kondisi mentalnya menurun drastis.   Berli seperti penderita down syndrome. Responsnya terhadap sesuatu sangat lambat. Bahkan sering tidak bisa merespons sama sekali. Daya pikirnya juga begitu. “Dia juga tidak ingat terhadap Intan. Berli menghadapi Intan seperti menghadapi orang lain,” kata Parlan.   Yang mengherankan Parlan, tahu kondisi kekasihnya seperti itu, Intan bukannya menjauh dan meninggalkannya. “Dia malah minta dinikahkan secepatnya dengan Berli,” tambah Parlan. Dia berusaha mengingatkan Intan agar berpikir jernih. Jangan mengedepankan emosi. Semua tidak dihiraukan. Intan tetap pada pendiriannya untuk segera dinikahkan dengan Berli. Bujukan orang tuanya agar Intan tidak mengambil keputusan gegabah malah dijawab Intan dengan ancaman. “Kalau tidak mau menikahkan aku dengan Berli, biar kami bunuh diri bersama aja,” kata Intan di hadapan orang tuanya serta Parlan dan Yani. Parlan teringat pernyataan Hurek. Dia lantas menyampaikan alternatif itu. “Intan tahu Hurek kan?” tanya Parlan pelan. Intan mengangguk. “Bagaimana kalau Berli digantikan Hurek?” imbuhnya. Parlan yang menduga Intan akan minta waktu untuk berpikir dulu, ternyata salah. Intan malah menangis keras sejadi-jadinya. Mungkin karena merasa cintanya kepada Berli dinilai sebagai main-main. Intan yang saat itu berada di rumah Parlan lantas masuk kamar Berli, kemudian memeluk erat kekasihnya itu. Berli yang diperlakukan demikian hanya bisa dlongap-dlongop. Orang tua mereka hanya bisa memandangi ulah Intan. Mereka juga masih terpana ketika melihat Intan membuka laci meja dan mengambil sesuatu, kemudian kembali memeluk Berli. Para orang tua itu masih kamitenggengan kala melihat Intan menyejajarkan lengan kirinya dengan lengan kanan Berli. Lalu pelan-pelan membuka telapak tangan kanan dan mengeluarkan cutter yang baru diambil dari laci. Pelan cutter didekatkan ke kedua lengan yang dijajarkan tadi. Semua masih kamitenggengen. (Yuli Setyo Budi/bersambung)

Sumber: