Pejuang Cinta dan Pecinta Keluarga (3)

Pejuang Cinta dan Pecinta Keluarga (3)

Dimarahi Bapak via Surat

Keesokan harinya lagi kondisi masih tetap sama. Laci tetap kosong melompong. “Pasti Ayah sudah memindahkan tempat penyimpanan uang,” pikir Aisah. Sampai hampir dua bulan, upaya Aisah untuk mencari tempat penyimpanan uang toko orang tua tidak membuahkan hasil. Pada suatu hari Aisah malah dikejutkan. Ketika membuka laci toko, dia menemukan sebuah amplop dengan tulisan di sisi luar: untuk Aisah. Bergegas dia membuka amplop itu. Terdapat berlembar-lembar uang pecahan Rp 100 ribu dan selembar sobekan kertas. Kertas sobekan itu berisi tulisan. Begini: Uang ini untuk membayar utangmu di beberapa tetangga. Jangan ulangi lagi mencuri. Jangan juga suka berutang. Sebenarnya kamu bukan lagi tanggung jawab Ayah. Anggap uang ini sebagai pemberian terakhir dari Ayah. Bayar utangmu dan pakai sisanya untuk beli motor. Suruh suamimu nyambi ojek. Cambuklah dia agar lebih giat bekerja. Diakui Aisah bahwa ayahnya tidak pernah marah. Setiap ganjalan di hatinya selalu dituliskan berupa surat. Hal itu dilakukan sang ayah sejak Aisah masih kecil. Dan sampai anaknya tersebut berumah tangga masih juga dilakukan. Sejak memiliki motor, Yanto rajin ngojek. Ia menggabungkan diri pada komunitas ojek online. Hasilnya lumayan. Semakin rajin merespons pelanggan, semakin besar pundi-pundi yang dia kantongi. Mungkin karena terlalu bersemangat mendulang rezeki sebesar-besarnya, Yanto sepertinya sampai lupa pada kondisi tubuh sendiri. Letih lelah dia kesampingkan. Asal ada waktu dan kesempatan, semua peluang dia ambil. Sampai akhirnya, pada dini hari saat malam belum memuntahkan gulita. Sebelum sempat memejamkan mata usai mengantarkan pelanggan dari Terminal Purabaya, Yanto merespons panggilan dari calon pelanggan di dekat tempat tinggalnya. Dalam kondisi mengantuk dia nekat mengantarkan pelanggan tadi ke Terminal Osowilangun. Tapi belum sampai di tempat tujuan… mak-bres… motornya dihantam trailer yang melaju dari arah berlawanan. Penumpangnya terpental, sedangkan Yanto menghantan bodi depan trailer tadi. Kaki dan lengannya patah tulang. Itu terjadi sekitar dua bulan silam. Terpaksa Aisah menggantikan posisi Yanto narik pelanggan. Eman-eman. Pelanggan Yanto kebanyakan menghubungi HP sang suami langsung tanpa melalui operator. Sayang kalau dilepaskan. “Sebenarnya Mas Yanto melarang aku narik. Yang kulakukan ini dilarang. Tapi bagaimana lagi. Sayang kalau rezeki dibiarkan lewat begitu saja,” kata Aisah sambil menyuapkan sesendok teh hangat manis ke mulut baby-nya. Aisah sendiri sudah lama tidak bekerja di pabrik. Dia berjualan sayur mayur dan aneka bumbu di rumah. “Dini hari aku kulakan ke Keputran. Pagi nunggoni dagangan. Agak siang narik sebentar dan istirahat. Kadang sampai sore. Tapi kalau sepi, sore sampai menjelang malam nunggoni dagangan lagi,” aku Aisah. “Tidak canggung menggoncengkan pelanggan lelaki?” (jos, bersambung)  

Sumber: