Pejuang Cinta dan Pecinta Keluarga (1)

Pejuang Cinta dan Pecinta Keluarga (1)

Ngojek Gantikan Suami

Pukul 15.00. Hujan baru saja reda. Saat hendak mengeluarkan motor, ban depan bocor. Takut terlambat ngantor, Memorandum memesan ojek online via aplikasi.   Kejutan. Ternyata yang muncul seorang perempuan. Masih muda dan cantik. Yang lebih mengejutkan, di sadel tambahan dekat setir duduk seorang bocah kecil. Lucu. Dia tersenyum dan ngajak salim. “Pak Jos?” tanya perempuan tadi sambil menyodorkan helm. “Aku saja yang di depan,” kata Memorandum. “Nggak usah Pak. Jangan khawatir,” katanya. Sejenak kemudian motor mulai melaju. Tapi, tak lama setelah itu turun gerimis. Kami terus menerobos. Mendadak mak-bres, air bagai disemprotkan dari langit. Amat deras. Angin kencang. Motor terpaksa menepi. Kami masuk warung depan SMPN 59 di Jalan PDAM, Wiyung. Ternyata perempuan tadi lupa membawa jas hujan. Akhirnya kami jagongan menunggu hujan reda. Memorandum memesan secangkir kopi. Juga, segelas teh untuk dia. Kami pun terlibat obrolan. Perempuan sekitar 30-an itu mengaku terpaksa ngojek untuk menutupi kebutuhan. Suaminya tergeletak di rumah setelah kecelakaan. Kaki dan lengannya patah. “Yang ngojek sebenarnya suami. Aku hanya menggantikan,” kata perempuan tadi. Namanya Aisah. Nama asli. Bukan samaran. Mendadak bocah yang digendong Aisah menangis. Mungkin dia terkejut oleh bunyi halilintar yang barusan menyambar dan memekakkan. “Wah, bakal bertahan lama hujan ini,” gumam Aisah. “Putranya?” yanya Memorandum. “Ya Pak. Kalau ditinggal di rumah nanti malah merepotkan bapaknya. Biasanya dia diasuh om atau tantenya. Suami nggak bisa apa-apa. Mending kubawa,” lanjut Aisah. Menurut Aisah, kehidupan rumah tangganya tidak pernah adem ayem. Ada-ada saja kejadian yang menimpa. Sebelum suaminya, sebut saja Yanto, kecelakaan, anak mereka jatuh sakit. “Mungkin semua ini terjadi karena kami tidak patuh kepada orang tua,” kata Aisah. Dulu dia dan suaminya sama-sama bekerja di pabrik tanpa papan nama di kawasan Wiyung. Belum lama berkenalan, mereka berpacaran. Sayang, orang tua Aisah tidak setuju. Alasannya: Aisah harus cari suami yang bisa mengangkat derajat keluarga. Bukannya sama-sama dari kalangan keluarga miskin. Kelas buruh. Aisah bergeming. Alasannya sederhana: sudah saling cinta. Kedua pihak sama-sama ngotot. Untuk memaksa orang tua menyetujui hubungannya vs Yanto, Aisah memersilakan pemuda tersebut menghamilinya. Sukses! Demikian pula harapan Aisah, tercapai dengan gemilang. Keluarga bahkan mendesak Yanto secepatnya menikahi Aisah demi mengejar waktu. Jangan sampai pernikahan Aisah vs Yanto kedahuluan mbojol-nya janin dari perut Aisah. Rumah tangga pun terbina. Seiring bertambahnya waktu, kebutuhan mereka turut pula bertambah. Terutama sejak kelahiran si jabang bayi. Gaji Aisah dan Yanto yang masing-masing di bawah UMK sama sekali tidak mencukupi. Apalagi untuk membeli susu bayi. (jos, bersambung)  

Sumber: