Pernah Sukses Berwiraswasta, Kini Dirawat di RS Jiwa
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Pulang dari tempat Hapsa, hati Kamat berbunga-bunga, Aneka bunga tumbuh di dadanya; mulai melati hingga amarilis, mulai alyssum hingga adenium, mulai mawar hingga anggrek. Semua mekar, semua merekah. Impian Kamat untuk bersanding dengan Hapsa kembali tumbuh. Biarlah masa lalu menghilang ditelan sejarah. Biarlah kenangan dengan wanita yang disebut-sebut sebagai istrinya terhapus pula. Toh kenangan itu hanya akan membuka luka-luka menganga. Kamat lebih fokus berangan-angan merancang masa depannya bersama Hapsa, perempuan yang pada masa kecilnya dia kenal sebagai gadis mungil dan imut. Yang selalu tersenyum bila disapa dan menangis bila digoda. Yang suka memegang erat tangannya sewaktu menyeberangi sungai tanpa jembatan di pelosok pedesaan Trenggalek, berpuluh tahun lalu. Hari-hari setelah itu dilalui Kamat dengan penuh keceriaan. Tiada hari berlalu tanpa tercipta senyum di bibirnya. Padahal sebelum bertemu Hapsa, hari-hari yang lewat dirasakan Kamat seperti sebatang kayu yang harus melalui mata-mata tajam gergaji menjelang masuk pabrik mebel. “Ini adalah kisah CLBK. Cinta lama bersemi kembali. Atau cinta lapuk balik kanan?” kata Kamat, disambung tawa panjang. “Atau Sampeyan punya arti lain? Cinta loe bocel-bocel kali,” tambah pria dengan rambut putih menghias hampir separuh kepalanya ini. Lantas tertawa lagi. Dan, tawa cekikikan mengakhiri ocehan Kamat, bersamaan dengan kemunculan seorang perempuan paruh baya dengan busana muslim syar’i di pintu ruangan. Kamat langsung klep klakep ketika mengetahui kehadirannya. “Lantas, kelanjutan ceritanya gimana?” tanya Memorandum penasaran sambil menepuk punggung Kamat. Lelaki yang mengaku pernah sukses menjadi bos rombeng ini menoleh. Tapi, kali ini sorot matanya tak lagi bersahabat. Matanya seperti bola api yang memancarkan panas menyengat. Dia mematung sesaat, sebelum menghilang di antara jubelan padat pengunjung PA. Kamat ditelan punggung-punggung mereka. Memorandum memutuskan tak mengejar Kamat, melainkan mendekati perempuan paruh baya berbusana syar’i di pintu masuk. Perempuan yang akhirnya diketahui bernama, sebut saja Diana, itu mengaku istri Kamat. Dian—panggilan Diana—mencari suaminya karena lelaki tersebut masih dalam perawatan RSJ (Rumah Sakit Jiwa) Menur. Kamat melarikan diri dari mobil yang mengantarkan ke RS, karena sudah sebulan ini penyakitnya kambuh. “Sebenarnya Mas Kamat sudah dinyatakan sembuh. Sudah lebih dari setahun,” terang seorang pria berumur 40 tahunan yang menemani Dian mencari Kamat. Menurut pria itu, kekambuhan Kamat berhubungan dengan munculnya pengusaha laundry, yang sering disebut-sebut sebagai kekasih lamanya yang datang untuk menjemputnya menuju masa depan bahagia. “Wajah pemilik laundry itu memang mirip dengan wajah di album foto Mas Kamat,” katanya. (habis)
Sumber: