Penipuan Pengadaan Mobil, Bayar Pakai Cek Kosong

Penipuan Pengadaan Mobil, Bayar Pakai Cek Kosong

Surabaya, memorandum.co.id - PT Gajah Mada Abadi (GMA) mendapat tender pengadaan mobil dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kementerian ini memesan 70 mobil perlindungan (molin) melalui perusahaan karoseri tersebut. Namun, sebagian cek giro PT GMA yang ditandatangani direkturnya, Budi Kurniawan, untuk pembayaran mobil, tidak bisa dicairkan PT Tunas Mobilindo Perkasa (TMP) selaku perusahaan penjual mobil. Jaksa penuntut umum (JPU) Lujeng Andayani dalam dakwaannya menyatakan, Sriyono kepala divisi fleet dan goverment sales order PT TMP awalnya mendapat informasi tentang tender pengadaan molin di kementerian tersebut. Sriyono lantas meminta Budi supaya PT GMA ikut tender. Budi menyanggupinya. Pembayaran pengadaan mobil itu dilakukan dengan tiga termin. Termin pertama pada 28 Oktober 2019 untuk 21 mobil senilai Rp 5,7 miliar. Termin kedua pada 5 Desember 2019 untuk 35 unit mobil senilai Rp 9,5 miliar. Sedangkan termin ketiga pada 14 Desember 2019 untuk 14 unit mobil senilai Rp 3,8 miliar. Totalnya Rp 19 miliar. Terdakwa membayar dengan cek giro. "Pada saat tanggal jatuh tempo, Sriyono mencairkan cek tersebut namun ditolak dengan surat keterangan dari bank yang menyatakan bahwa saldo rekening giro tidak cukup," ujar jaksa Lujeng saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (7/12/2021). Sriyono menghubungi Budi untuk menagih pembayaran. Budi lantas memberikan cek untuk pembayaran yang sebagian bisa dicairkan. Masih sisa Rp 7,4 miliar yang belum dibayar. Budi kembali memberikan cek, tetapi ternyata juga tidak bisa dicairkan. Sriyono lalu menagih lagi kekurangan pembayaran tersebut. "Terdakwa selaku direktur PT GMA hanya janji-janji saja dan sampai sekarang tidak membayar padahal pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak telah melunasi pengadaan 70 mobil merek Daihatsu Luxio tersebut," tuturnya. Sementara itu, pengacara terdakwa, Kiemas Muhammad Fauzi menyatakan, perkara ini sebenarnya urusan bisnis. Tidak ada unsur kesengajaan untuk menipu. Sisa pembayaran macet karena perusahaan sedang merugi karena pandemi. "Sebenarnya sudah dikerjakan hanya pembayarannya saja terlambat. Sudah dibayar lebih dari 60 persen," (mg-5/fer)

Sumber: