Takut Memperlakukan sang Istri sebagai Pelacur Jalanan

Takut Memperlakukan sang Istri sebagai Pelacur Jalanan

  Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Erfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar, ”Afwan Dek, kau belum tidur? Kenapa ada di bawah? Nanti kau kedinginan? Ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur lagi, besok kau capai dan jatuh sakit?” pinta Kak Erfan kepadaku.   Hatiku miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Erfan selalu dingin kepadaku. Apakah dia menganggap aku orang lain? Apakah di hatinya tidak ada cinta sama sekali untukku?   Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kuluapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tidak bisa kubendung juga.   ”Afwan Kak, kenapa sikapmu selama ini kepadaku begitu dingin? Kau bahkan tak pernah mau menyentuhku walaupun sekadar menjabat tanganku? Bukankah aku ini istrimu? Bukankah aku telah halal buatmu? Lalu, mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? Apa artinya diriku bagimu kak? Apa artinya aku bagimu,  Kak? Kalau kau tidak mencintaiku, lantas mengapa kau menikahiku? Mengapa Kak? Mengapa?” rintihku lirih di sela isak tangis yang tak bisa kutahan.   Tak ada reaksi apa pun dari Kak Erfan menanggapi kegalauan hatiku dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku, ”Dek, jangan kau pernah bertanya kepada Kakak tentang perasaan ini padamu. Karena, sesungguhnya Kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi, tanyakanlah semua itu kepada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk Kakak?”   Setelah mengambil napas panjang, Kak Erfan menambahkan, “Kakak tahu dan yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap Kakak selama ini begitu dingin kepadamu. Sebelumnya Kakak minta maaf bila semuanya baru Kakak kabarkan malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud Kakak sebenarnya dengan semua ini?”   “Iya tolong jelaskan kepada saya Kak, mengapa Kakak begitu tega melakukan ini kepada saya? Tolong jelaskan Kak?” ujarku menimpali tutur Kak Erfan.   “Hmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? Dan apa pekerjaan seorang pelacur? Dalam pemahaman Kakak, seorang pelacur itu adalah wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu. Bahkan, seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintai.” Berhenti sejenak, Kak Erfan menatap tajam mataku.   Dia melanjutkan, “Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. Kakak tidak ingin hal itu terjadi kepadamu. Kau istriku Dek, betapa bejatnya Kakak ketika harus memaksamu melayani Kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita? Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat Kakak.   Alangkah berdosanya Kakak, bila pada saat melampiaskan birahi Kakak kepadamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah Kakak, tetapi ada lelaki lain.   Kau tahu Dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, Kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu Kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, Kakak melihat dengan mata kepala Kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan kepada kekasihmu Andi.   Kau ungkapkan kepada Andi bahwa kau tidak mencintai Kakak. Kau ungkapkan kepada Andi bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu Kakak merasa bahwa Kakak telah merampas kebahagiaanmu.” (bersambung)  

Sumber: