Jemaah Putri Berebut Menyalami Tangan Nani dan Menciumnya

Jemaah Putri Berebut Menyalami Tangan Nani dan Menciumnya

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Akhirnya dengan terpaksa Nani bersedia ikut rombongan mendatangi pengajian. Namun, dia hanya akan menunggu di dalam mobil. Permintaan ini tidak disetujui Kiai Azis, yang bahkan memaksa Nani ikut turun. “Tapi saya nggak pakai kerudung,” kata Nani mencoba memberi alasan supaya diperkenankan menunggu di mobil. Kiai Azis diam. Dia hanya memberi syarat agar Nani menghapus make up-nya dengan tisu yang ada di pembatas kursi depan sambil terus meneroboskan mobil ke area parkir dekat panggung. Menyibak kerumunan. Nani menurutinya, menghapus make up tebal yang menempel di wajah. Sampai bersih-sih. Selain tisu kering, Nani membasahi tisu tadi dengan air minum dalam botol yang tersedia di kulkas mini pembatas kursi. Selesai. Ternyata Nani tampak lebih cantik dalam kondisi wajah polos tanpa polesan. Segar. Di luar, bapak-bapak dan ibu-ibu jemaah pengajian menyongsong kedatangan Kiai. Saat itulah Kiai Azis berbisik ke telinga seorang ibu, “Nyai kerudungnya jatuh. Tolong carikan kerudung untuk Nyai ya.” Bergegas ibu paruh baya tadi menghilang di keramaian, namun tidak lama kemudian muncul kembali dengan kerudung di tangan. “Ini pakai dan nanti berjalan di belakang saya. Jangan jauh-jauh ya,” kata Kiai Azis setelah menerima kerudung tadi dan menyodorkan kepada Nani. Begitu turun dari mobil, tangan Azis dijadikan rebutan jemaah pria untuk disalami dan diciumi. Memorandum yang sedari tadi mengawasi gerak-gerik Nani sangat terkejut ketika melihat jemaah putri juga berebut menyalami dan menciumi tangan Nyai abal-abal ini. Modiar. Tentu saja Nani gelagapan, sampai-sampai kerudung yang menutupi kepalanya jotah-jatuh tertarik-tarik tingkah jemaah. Sesampai di rumah sohibul hajat, Nani dipersilakan masuk ruang tamu dan disuguhi makanan-minuman khusus. Memorandum melihat Nani selalu menunduk dan tersenyum ketika dimintai doa dan berkah oleh jemaah. Tidak ada lagi sisa-sisa bekas tangis di wajahnya. Setelah itu Memorandum duduk di barisan terdepan undangan. Ceramah berlangsung dua jam, lengkap dengan tanya jawabnya. Temanya soal dahsyatnya kematian dan siksa kubur. Dijelaskan bahwa kehidupan di dunia adalah masa bertanam dan kehidupan di akhirat adalah masa panen. Batas antara kehidupan di dunia dan akhirat adalah kematian. Karena itu, sangat salah bila ada yang beranggapan kematian adalah akhir dari segala-galanya. Salah pol. Setelah kematian ada perjalanan yang lebih panjang dan sangat menakutkan. Bahkan, kematian itu sendiri teramat sangat menyakitkan bagi orang yang tidak beriman. “Sakitnya sama dengan tusukan 300 pedang. Ini bukan kata saya, tapi sabda Rasulullah yang diriwayatkan Tirmidzi. Atau, ibarat pohon berduri yang menancap di selembar kain sutra. Bisakah batang pohon itu diambil tanpa merusak kain tadi,” kata Kiai Azis. Kemudian dipaparkanlah tentang siapa saja yang diazab di alam kubur sebagai uang muka sebelum diazab di neraka kelak. “Orang yang sisa pipisnya tidak dibersihkan saja disiksa di alam kubur, bagaimana yang lebih dari itu?” Spontan Memorandum melirik Nani. Walau agak jauh, Memorandum bisa melihat ada tetes air mata di sana. Tiba-tiba ia berdiri dan berjalan ke arah belakang rumah. Tapi, sepuluh menit kemudian sudah kembali. (bersambung)  

Sumber: