Kehamilan Pertama dan Terakhir (2)

Kehamilan Pertama dan Terakhir (2)

Perutnya Ditendang hingga Jatuh

Carine bingung. Tidak mengerti mengapa suaminya bersikap seperti itu. Bernard memang temperamental, tapi belum pernah bersikap sekasar itu. Kenapa? Selama ini, kalau marah, paling hanya berteriak-teriak atau membanting barang-barang di rumah. Sampai pagi Carine tidak bisa tidur dan menemukan alasan di balik sikap Bernard. Dia pandangi lelaki yang disayangi sejak duduk di bangku kelas satu SMA itu. Mulanya Carine mengira Bernard menyuruhnya menggugurkan kandungan karena sedang mabuk. Ternyata perkiraan tersebut keliru. Bukan malam itu saja Bernard memaksa Carine menggugurkan kandungan, melainkan berkali-kali. Sepekan setelah itu Bernard bahkan tega menendang perut Carine. Sama seperti sebelumnya, Bernard juga menunjukkan tanda-tanda berada di bawah pengaruh minuman keras. Namun, hal itu justru menguntungkan Carine. Walau sempat terjatuh dan terinjak kaki Bernard, dia dengan mudah berdiri dan segera berlari keluar rumah. Pemilik rambut sebahu ini lantas berteriak minta tolong. Oleh para tetangga di kawasan Tandes, dia diantar ke rumah orang tuanya di Jetis. “Aku tidak tahu apa yang terjadi terhadap Bernard. Yang jelas, aku sempat melihat para tetangga berbondong-bondong ke rumah. Aku tidak peduli. Sejak itu aku tidak pernah pulang. Sampai sekarang,” aku Carine. Dia tambahkan, beberapa hari kemudian kedua mertuanya datang. Mereka minta maaf dan mengajak Carine pulang ke rumah mereka. Ayah dan ibunda Bernard merasa bertanggung jawab atas perlakuan anaknya terhadap Carine. Tapi, permintaan itu ditolak. Ayah dan ibu Carine juga tidak setuju anaknya pulang ke rumah mertuanya. “Keluarga besar kami, seperti kakek dan nenek serta paman dan bibi, juga melarang.” Diakui Carine, setiap bulan dia memeriksakan kandungan ke puskesmas dekat rumah ibunya. “Rutin. Aku takut terjadi apa-apa terhadap anak yang ada di dalam,” tambah Carine sambil menunjuk perutnya. Meski Bernard bersikap kasar terhadap bayi yang tumbuh di rahimnya, Carine berharap sikap itu berubah setelah si jabang bayi lahir. “Mana ada sih orang tua yang tega melihat anaknya terluka dan sengsara? Bisa saja Bernard bersikap kasar karena pengaruh bawaan bayi. Ada kan yang seperti itu? Yang hamil istrinya, tapi yang nyidam suami. Bisa jadi ini seperti itu,” itulah yang terlintas di pikiran Carine saat memeriksakan kandungan. Harapan Carine terhadap perubahan sikap Bernard tidak pernah berubah. Itu berlangsung sampai usia kehamilannya menginjak bulan ketujuh. Saat itu terjadi sesuatu yang sama sekali tidak pernah dibayangkan Carine. Dokter yang memeriksanya memanggil secara khusus di ruang kepala klinik. Wajah-wajah tegang menyambut kedatangannya. “Aku ikut-ikutan tegang,” aku Carine, yang lantas menghela napas panjang. Ia mengaku pasrah apa pun yang akan terjadi. (jos, bersambung)

Sumber: