Kejaksaan Berhasil Hentikan 268 Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif
Jakarta, memorandum.co.id – Sejak diberlakukan keadilan restoratif pada 22 Juli 2020 hingga 1 Juni 2021, Kejaksaan Agung berhasil menghentikan sedikitnya 268 perkara berdasarkan keadilan restoratif. Adapun tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum. Diskresi penuntutan akan melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan tujuan hukum yang hendak dicapai. “Ingat, tugas kita sebagai penegak hukum adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan menghadirkan kemanfaatan hukum kepada masyarakat,” ujar Jaksa Agung Republik Indonesia Dr. Burhanuddin saat membuka Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2021 secara virtual di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru Jakarta, Rabu (1/9/2021). Burhanuddin meminta kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum agar laporan penanganan perkara keadilan restoratif ini dilakukan secara berkala setiap bulan dan disampaikan kepada masyarakat atas capaian kinerjanya. “Saya ingin Kejaksaan dikenal melekat di mata masyarakat sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan penegak keadilan restoratif. Kejaksaan harus mampu menegakan hukum yang memiliki nilai kemanfaatan bagi masyarakat,” ujar Jaksa Agung RI dalam keterangan tertulisnya. Jaksa Agung RI menekankan untuk mengedepankan hati Nurani. “Karena saya tidak membutuhkan Jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral dan saya juga tidak butuh Jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah para Jaksa yang pintar dan berintegritas. Saya tidak menghendaki para Jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam text book, tetapi ada dalam Hati Nurani,” pesannya. Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr Fadil Zumhana secara resmi melaunching aplikasi Case Management System (CMS) Publik dan Dashboard CMS. Dua aplikasi ini merupakan aplikasi terintegrasi yang mendukung pemberian informasi kepada masyarakat secara real time perkembangan penanganan perkara di seluruh Satuan Kerja (Satker) Kejaksaan di Indonesia. "Aplikasi pertama adalah Sistem Manajemen Penanganan Perkara (Case Management System/CMS) versi Publik. Dikenal dengan sebutan: CMS Publik. Masyarakat cukup akses ke alamat: cms-publik.kejaksaan.go.id sudah bisa mengetahui seluruh perkembangan penanganan perkara pidum di seluruh Indonesia," jelas Dr. Fadil. Kemudian aplikasi kedua adalah Dashboard CMS, ini merupakan aplikasi untuk para kepala Satker, mulai dari Kajari, Kajati hingga Jaksa Agung Muda. “Saya sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum bisa melihat tampilan data perkara secara realtime sehingga bisa digunakan untuk monitoring dan evaluasi (Monev) kinerja para Jaksa dan pegawai dalam penanganan perkara di masing-masing wilayahnya,” ungkapnya. Di akhir acara launching, mantan Deputi III Bidkor Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu meminta kepada Kepala Satuan Kerja (Satker) Kejaksaan di daerah untuk terus mendukung akurasi data di dua aplikasi ini. "Saya minta para Kajati, Kajari dan Kacabjari harus terus memantau dan memastikan telah menginput seluruh dokumen administrasi perkara di wilayahnya dalam aplikasi CMS. Saat ini CMS telah diintegrasikan di kepegawaian sebagai data dukung dalam pengumpulan angka kredit Jaksa, juga dipakai sebagai basis data untuk pertukaran antar Lembaga Penegak Hukum (LPH) dalam Sistem Penanganan Perkara Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) di Kemenko Polhukam," pungkasnya. (gus)
Sumber: