Pelaku UMKM Jatim Tolak Rencana Kenaikan Pajak Final 1 Persen

Pelaku UMKM Jatim Tolak Rencana Kenaikan Pajak Final 1 Persen

Surabaya, Memorandum.co.id - Keinginan pemerintah pusat menaikkan pajak final 1 persen untuk pelaku UMKM mikro terancam ditolak. Penolakan ini dilakukan pelaku UMKM mikro di Jatim dan beberapa daerah di Indonesia. Pemerintah merencanakan menaikkan pajak final bagi para pelaku UMKM mikro dari 0,5 persen menjadi 1 persen. Rencana tersebut disodorkan pemerintah dalam pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP). Pelaku UMKM asal Tulungagung, Erlina menyampaikan beban berat yang ia rasakan selama pandemi. Hantaman covid juga dirasakan pelaku usaha kecil mikro menengah. Dirinya berharap kebijakan memberatkan bagi pelaku UMKM itu setidaknya ditunda sampai kondisi ekonomi benar-benar pulih. "Kondisi koyok ngene kok malah dinaikkan. UMKM saat ini terutama craft lagi mati suri," terang Erlina. Ia menegaskan, untuk kepentingan pajak usaha saja saat ini sangat berat. "Gawe bayar pajak walau gak dinaikkan abot, apalagi dinaikkan," tegas pelaku UMKM craft ini. Ketua APKLI Jawa Timur, Adi Mulyono menegaskan, kebijakan itu sangat berat dan membebani pelaku UMKM, utamanya yang mikro. "Kalau ini diterapkan kepada seluruh pelaku usaha UMKM pasti justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi," tutur Adi Mulyono. Ia menyampaikan, selama ini pelaku UMKM berjuang sendiri di tengah badai pandemi. Banyak pelaku UMKM khususnya yang mikro kesulitan dukungan modal, karena tidak ada jaminan usaha. "Tentu sangat memberatkan," tegas dia. Terpisah, anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto mengatakan, pihaknya secara tegas menolak rencana tersebut karena mengancam kehidupan pelaku UMKM mikro di Jatim. “Saat ini semua mengalami kesulitan di tengah pandemi. Kok pemerintah pusat berencana menaikkan pajak final 1 persen. Jelas pelaku UMKM Mikro di Jatim akan mati atau gulung tikar,” tegas Subianto. Politisi asal Partai Demokrat ini menyampaikan jika omzet keuntungan pelaku UMKM Mikro Rp 4,8 miliar dalam satu tahun. Maka pajak final dikenakan 1 persen, secara otomatis para pelaku UMKM tersebut akan mengeluarkan pajak final per bulannya Rp 4 juta. “Uang Rp 4 juta itu besar sekali bagi para pelaku UMKM," tegas politisi asal Kediri ini. ia menyampaikan, pelaku UMKM juga harus menyediakan kebutuhan lainnya. Misalnya gaji pegawai atau yang lainnya. "Apalagi sekarang ekonomi lagi lesu. Terus dari mana lagi pemasukan, kok malah harus bayar Rp 4 juta per bulan. Jelas akan gulung tikar,” jelasnya. Ditambahkan Subianto, pihaknya berharap agar pemerintah di tengah pandemi Covid-19 dengan kondisi perekonomian yang terpuruk, harusnya membuat kebijakan yang meringankan rakyat terutama para pelaku UMKM mikro. “Jangan malah membuat kebijakan yang jelas-jelas merugikan rakyat terutama para pelaku usaha. Saat ini semuanya sedang menjerit atas kondisi terpuruknya perekonomian,” tandasnya. Pelaku UMK di Tanah Air menginginkan pengenaan pajak terhadap UMK benar-benar merujuk kepada UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) beserta aturan turunannya. Dengan pengenaan pajak sebesar 1 persen, pelaku UMKM melihat langkah pemerintah untuk mengubah kebijakan menjadi hal yang kurang tepat. Mengingat saat ini situasi belum membaik bagi pelaku UMK sejak pemerintah melakukan restriksi ketika pandemi Covid-19 melanda 2 tahun lalu. Kondisi itu disebut tidak menguntungkan bagi UMK dan RUU KUP dinilai tidak menjamin iklim usaha yang sehat.(day)

Sumber: