Pakar: Ada Kemungkinan Kecil Hewan Kurban Terpapar Covid-19
Surabaya, memorandum.co.id - Jelang Hari Raya Iduladha yang jatuh pada Selasa (20/7), masyarakat dicemaskan dengan kabar kemungkinan hewan kurban seperti sapi, kambing, dan domba terpapar Covid-19. Sebelumnya, pada tahun ini, terdapat seekor harimau di Kebun Binatang Bronx, New York, yang dinyatakan positif Covid-19. Hal ini baru terjadi pertama kali pada seekor harimau dan dikonfirmasi oleh Kementerian Pertanian AS. Selain harimau, hewan kucing, anjing, dan gorila dikabarkan juga bisa terpapar virus Covid-19. Dunia mencatat kasus positif pernah menjangkiti hewan tersebut beberapa kali. Sedangkan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba, menurut ahli public health veteriner dan penyakit zoonosis Prof Dr Ririh Yudhastuti drh mengatakan, ada kemungkinan hewan kurban juga dapat terpapar Covid-19. "Belum pernah ada kasus hewan mamalia besar seperti sapi, kambing, dan domba terpapar Covid-19. Namun bila ditanya soal kemungkinan hewan kurban tersebut terpapar Covid-19, itu pasti ada, tapi kemungkinannya sangat kecil sekali," tutur guru besar ilmu kesehatan lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair ini, Kamis (8/7/2021). Hal ini dikatakannya bukan tanpa alasan. Prof Ririh menjelaskan, berdasarkan penelitian di Wuhan, China menyebutkan, satu-satunya hewan yang ditengarai bisa menularkan Covid-19 ialah hewan mamalia babi. Sehingga apakah hewan kurban yang satu ras dengan babi disinyalir dapat ikut terpapar hal ini namun belum bisa dipastikan. Karena ditengarai kelasnya sama dengan babi, yaitu sama-sama dari ras mamalia, apakah kemudian hewan kurban ini dapat terpapar. Sampai dengan sekarang masih belum ada penelitian maupun kasusnya yang membenarkan. "Namun ini bisa jadi, karena spesifikasi ilmiahnya sama-sama mamalia, inter kelasnya juga hampir sama, jadi ya kemungkinan ada tetapi harus dibuktikan lewat penelitian," paparnya. Justru yang perlu dikhawatirkan bukanlah Covid-19, kata Prof Ririh, namun penyakit yang kerap menjangkiti hewan kurban seperti rabies, penyakit mulut, penyakit kuku, penyakit warok, cacingan, dan penyakit sapi gila. "Sapi yang tidak baik untuk dikonsumsi pun juga bisa dilihat manakala dia sedang sakit. Misalnya terkena TBC, itu bisa dilihat dari pernapasannya yang berat dan muncul asma," jelas Prof Ririh. Mengantisipasi masyarakat dalam memilih hewan kurban yang sehat, Prof Ririh mempercayakan hal tersebut kepada dinas yang berwenang untuk mengawal daging yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. "Itu menjadi tugas dari Dinas Peternakan bahwa hewan-hewan yang dikonsumsi oleh masyarakat baik secara kurban, industri maupun pasar, harus diperiksa dulu oleh mereka. Supaya tidak terjadi penyakit skoliosis kepada masyarakat," harapnya. "Tidak kalah penting adalah cara memasaknya. Jadi memasaknya itu harus benar dan matang sehingga gizinya bisa masuk dan tidak tertular penyakit dari binatang tersebut," imbuh Prof Ririh.
Sumber: