Istri 1 Kurang, Istri 2 Bermasalah; Terus Gimana? (2-habis)

Istri 1 Kurang, Istri 2 Bermasalah; Terus Gimana? (2-habis)

Anak Itu Berkata Ia Tak Pantas Jadi Suami Ibunya

Tahun berganti tahun. Setelah Abdul memutuskan bercerai dari Habibah, ia menjalani hidup bersama Siti. Namun, rumah tangga mereka sering goyang. "Sebenarnya aku sangat bahagia dengannya. Namun, sifat manja dan tidak memahami perasaanku membuatku tidak nyaman. Tak jarang rumah tangga kami mulai diterpa pertengkaran," kata Abdul. Suatu ketika mereka bertengkar hebat dan membuat Abdul enggan pulang. Saat itu ia mampir ke sebuah masjid untuk melarutkan diri dalam salat. "Di dalam masjid, aku rindu Habibah dan anak-anakku. Tapi aku tak tahu di mana mereka," katanya, sedih. Tujuh tahun lalu saat Abdul menalak Habibah, Ilham putra pertamanya berusia lima tahun dan Balqis berusia dua tahun. Hingga kini ia tidak pernah menanyakan kabar mereka. "Aku benar-benar menyesal saat itu. Apalagi selama ini aku tidak pernah mengirimi mereka biaya hidup, sungguh semakin membuatku menderita memikirkan mereka," ungkapnya. Abdul mengenang, saat itu hujan turun dengan lebatnya. Ia pelan-pelan mulai mencari Habibah dan anak-anaknya. Namun usahanya itu tak juga menemui hasil. "Aku menanyakan kepada keluarganya atau pada teman teman Habibah, tapi tetap nihil," kenang Abdul. Abdul merasa Habibah dan anak-anaknya hilang bagai ditelan bumi. Ia semakin ketakutan manakala tak mendapat info apa pun tentang mereka. "Pikiranku semakin tak menentu. Di sisi lain Siti hidup denganku dengan sejuta tuntutan," keluhnya. Hari-hari terus berlalu. Bahkan hampir delapan bulan Abdul mencari mereka. Hingga pada suatu hari sehabis mengikuti kajian, tiba-tiba seorang ustaz mendekatinya. "Ia bertanya apakah aku sudah bertemu Habibah dan anak-anak, aku hanya bisa menggelengkan dengan air mata kerinduan," ucapnya sedih. Kemudian ustaz itu menyampaikan bahwa Habibah dan anak-anaknya dalam keadaan baik-baik saja. "Ustaz itu berkata keluargaku baik-baik saja. Perkataan ustaz itu membuatku menatap wajahnya lekat-lekat," ujarnya. Dari wajah sang ustaz, Abdul merasa seolah-olah tersirat ia mengetahui keberadaan Habibah dan anak-anaknya. Dan ternyata dugaan Abdul benar. Sang ustaz akhirnya memberi tahu setelah ia mendesaknya di mana Habibah dan anak-anaknya. "Ternyata ustaz itu tahu, Habibah menghilang dari hidupku dan menetap di sebuah kota yang sangat jauh dari tempat yang pernah menjadi kota tempat kami membina rumah tangga," katanya. Ustaz itu lalu menjelaskan secara detail kepada Abdul bahwa keluarganya berada di kota yang sangat jauh. Jarak tempuhnya sampai empat hari perjalanan. "Ustaz itu bilang keluargaku ada di sebuah pondok pesantren di pelosok desa tepat di lereng gunung," jelasnya. Akhirnya Abdul berangkat ke kota itu berbekal alamat yang diberikan  sang ustaz. Perjalanan yang panjang membuat Abdul ingin beristirahat sejenak. Ia kemudian mampir satu mesjid di tempat itu. "Dadaku bergemuruh. Perasaanku tak menentu. Aku takut anak-anakku tidak mau melihatku, apalagi menerimaku," ujarnya. Keesokan harinya Abdul bergegas menuju pondok pesantren itu. Dan ternyata benar, Habibah beserta kedua anaknya berada di sana. "Segera kuhampiri mereka. Namun, Habibah langsung pergi saat tahu aku datang. Ilham anak sulungku mendatangiku dan bercerita tentang perjalanan hidup mereka. Dengan nada halus ia mengatakan bahwa aku tak pantas menjadi suami ibunya. Meskipun mereka berdua tak pernah diajari membenciku," katanya. Kalimat yang diutarakan Ilham terdengar bagaikan petir menyambar. Dunia terasa gelap. "Aku tak tahu harus berbuat apa," tandasnya. (mg5/jos, habis)     Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: