Defisit Rp 30 Miliar, Pemkot Tolak Usulan DPRD Surabaya Soal Skema Baru Tarif PBB

Defisit Rp 30 Miliar, Pemkot Tolak Usulan DPRD Surabaya Soal Skema Baru Tarif PBB

Surabaya, memorandum.co.id - Hasil hearing Komisi B DPRD Kota Surabaya dengan Badan Pengelola Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya yang menyoal tarif baru pajak bumi dan bangunan (PBB) di luar skema Perda Nomor 10 Tahun 2010 tak banyak merubah hasil. Misi yang dibawa Komisi B ialah ingin agar ada Perda PBB di luar Perda Nomor 10 Tahun 2010 yang mengatur skema tarif baru bagi warga Surabaya dengan menambah klasifikasi pada nilai jual objek pajak (NJOP) lahan persil mulai dari Rp 250 juta. "Ini adalah perda inisiatif, inisiatif dewan. Harapannya ada skema tarif baru yang sekiranya tidak merugikan pemkot dan tidak memberatkan warga," kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda PBB Hamka Mudjiadi Salam yang juga anggota komisi B, Selasa (30/3/2021). Selama ini, hanya ada dua klasifikasi tarif PBB, yakni NJOP di bawah Rp 1 miliar dan di atas Rp 1 miliar. Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2010, besaran tarif PBB adalah 0,1 persen dari NJOP di bawah Rp 1 miliar. Sedangkan di atas Rp 1 miliar, tarifnya 0,2 persen dari nilai jual. Secara prinsip, Komisi B ingin memperjuangkan warga Surabaya. Karena dinilai ada ketidakadilan bagi pemilik persil di ambang batas Rp 1 miliar. Jika lebih sedikit maka harus membayar pajak dua kali lipat. Begitupun di bawahnya. "Atas banyaknya keluhan warga, kita ingin ada klasifikasi kelas bagi pemilik persil, yaitu mulai Rp 250 juta ke bawah, Rp 250 juta-Rp 500 juta, Rp 500 juta-Rp1 miliar dan Rp1 miliar ke atas," ungkap politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Namun, Pemkot Surabaya mengaku keberatan dengan usulan anggota dewan terkait tarif baru PBB di luar skema Perda Nomor 10 Tahun 2010. Sebab, selama pandemi Covid-19, pemerintah daerah mengalami defisit anggaran hampir Rp 30 miliar dari sektor pajak. "Selama pandemi pajak menjadi sumber pendapatan yang dominan untuk APBD. Untuk tarif pajak PBB ini sebenarnya ada potensi yang hilang, hampir Rp 30 miliar. Ini sangat berat jika tidak ada pengganti," kata Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Pajak Daerah BPKPD Kota Surabaya Anang Kurniawan. Menurut pihak BPKPD Surabaya, sejak 2020-2021, PBB menjadi tumpuan pemerintah daerah. Apalagi, di masa pandemi banyak rekreasi hiburan umum (RHU), hotel, dan lain-lain banyak yang tutup. Sehingga, pendapatan daerah dari sektor pajak nilai yang terkoreksi cukup banyak. Meski raperda kali ini tak banyak merubah hasil, Komisi B mengaku tak terlalu kecewa. Sebab, pihak pemkot menyepakati skema tarif lahan persil di luar Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang PBB Kota Surabaya khusus milik veteran perang. "Alhamdulillah (khusus veteran) disepakati sama pemkot, karena kita tekankan bahwa PBB untuk veteran ini nilainya kecil, dan lagi, semakin lama veteran ini semakin berkurang otomatis nilainya semakin kecil," beber Hamka Mudjiadi Salam. Menanggapi usulan Pansus Raperda PBB yang disepakati hanya persil milik veteran, Hamka tetap berharap dengan hearing yang digelar Komisi B ini, akan ada perubahan skema tarif baru bagi pemilik lahan persil di Kota Surabaya, khusunya yang nilai NJOP di bawah Rp 250 juta. "Harapan kita supaya ada keringan PBB untuk NJOP-nya di bawah Rp 1 miliar, terutama yang Rp 250 juta ke bawah. Jangankan untuk bayar PBB untuk kebutuhan hidup saja sulit, harapan kita ada keringanan," tandasnya. (mg-3/fer)

Sumber: