Nasib Vaksin Merah Putih Belum Jelas, Prof Ni Nyoman: Masih Uji Preklinis

Nasib Vaksin Merah Putih Belum Jelas, Prof Ni Nyoman: Masih Uji Preklinis

Surabaya, memorandum.co.id - Proses vaksinasi di Indonesia berlangsung sejak Januari 2021. Namun, vaksin Merah Putih yang dikembangkan dan diteliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, ternyata saat ini masih dalam uji preklinis. Ketua Tim Peneliti Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengungkapkan, masih butuh waktu yang cukup panjang untuk proses penelitian vaksin Merah Putih ini. Uji preklinis membutuhkan waktu 3 hingga 4 bulan ke depan. "Untuk platform Unair masih uji preklinis. Masih butuh waktu sekitar 3 hingga 4 bulan ke depan," ungkapnya, Jumat (26/3/2021). Dari lima tahapan yang harus dilalui, tiga di antaranya sudah selesai. Saat ini vaksin masih dalam proses uji coba pada hewan, setelah melewati tahap validasi dan uji tantang. Pada tahap 1, 2 dan 3 uji vaksin Merah Putih sudah berhasil dan menghasilkan rekombinan viral vector adenovirus dan adeno ascociate virus. "Saat ini masih uji preklinis pada hewan hamster. Hasil uji tahap 1 sampai 3 didapatkan dari spike virus yang berasal dari Wuhan dan yang didapatkan di Surabaya sendiri. Kita mengunakan virus yang terinfeksi di Wuhan dan Indonesia," beber Nyoman. Pihaknya juga menyebutkan, bahwa vaksin merah putih harus diuji coba ke hewan yang spesifik. Ada tiga tahap uji coba hewan vaksin Merah Putih. Pertama ke hamster, kemudian ke ferret, mamalia sejenis musang, lalu ke kera. Semuanya harus bebas penyakit atau specific patogen free (SPF). “Kami harus menguji coba ke hamster dan sebagainya, karena memang bisa dideteksi kelainan di paru-parunya kalau ada infeksi corona. Kalau hewan lain itu tidak spesifik begitu," jelas Nyoman. Uji coba secara bertahap terhadap tiga jenis hewan itu juga bukan tanpa alasan. Ini dilakukan sebagai bagian dari penyempurna formula vaksin. Mulai dari hewan paling umum sampai yang ke arah manusia. “Memang bertahap. Habis hamster ke ferret, baru setelah itu ke Kera. Kami evaluasi sejak tahap pertama, apakah setelah vaksinasi virusnya masih ada di organ-organ setelah seeding?,” paparnya. Sementara itu, Ketua Peneliti platform viral vector vaksin Merah Putih Unair Prof Dr Fedik Abdul Ratam mengatakan, bahwa kera sebagai hewan uji coba terakhir, lantaran tingkat tertinggi yang mana organ tubuhnya mendekati (mirip) manusia. "Untuk melaksanakan uji preklinis ke tiga jenis hewan itu ternyata tidak mudah. Biayanya pun tidak murah. Karena itulah uji preklinis ini tertunda. Tim konsorsium penelitian vaksin Merah Putih Unair sempat terkendala pengadaan hamster sebagai satu dari tiga hewan uji coba yang perlu didatangkan dari Cina," terang Fedik. Pihaknya menuturkan, bahwa hamster yang bebas penyakit atau terkategori SPF tidak tersedia di Indonesia. Terlebih mengimpor dari Cina harganya pun cukup mahal. Per ekor mencapai Rp2,7 juta. Padahal kebutuhannya sampai 105 ekor. “Ferret lebih mahal lagi, kami cari (sumber impor) belum ketemu. Kalau kera itu satu ekor Rp 20 juta. Tapi kalau untuk kera, teman di Bogor ada. Di Tangerang juga ada. Kebutuhan kera kira-kira 40 ekor,” pungkas Fedik. (mg-1/fer)

Sumber: