TMMD Pacitan Soroti Geliat Industri Gula Merah Bertahan dari Gerusan Zaman

TMMD Pacitan Soroti Geliat Industri Gula Merah Bertahan dari Gerusan Zaman

Pacitan, Memorandum.co.id - Industri rumahan gula merah di sekitar lokasi program TMMD ke-110 tahun 2021 di Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Pacitan menjadi salah satu penggerak ekonomi sehari-hari masyarakat. Seperti halnya keluarga Srimulyani (49), warga Dusun Sukoharjo, Desa Widoro yang sudah sejak berpuluh-puluh tahun memproduksi gula merah. Dia menceritakan, selama ini dirinya dan suaminya telah meneruskan usahanya tersebut sudah turun temurun. "Sudah lama, penghasilannya lima kilo dalam satu hari dari 23 pohon kelapa, sementara harga tiap kilonya Rp 12 ribu," katanya, Rabu (10/3/2021). Dia mengaku, dari hasil produksi gula merahnya dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Saat berkunjung bersama Satgas TMMD berkunjung ke rumahnya dini hari, tampak kedua pria salah satunya Suraji (49) suami dari Srimulyani memanjat pohon kelapa untuk mengambil cairan nira bunga kelapa. Lalu setelah itu satu demi satu cairan tersebut mulai dituangkan dalam dandang besar kusus untuk membuat gula merah, kobaran api pun terlihat berkobar dengan besar. Air nira mulai mendidih dan membentuk warna kecoklatan hingga mengental "Kita produksi ini nanti paling 45 menit sudah jadi, kita tidak ada campuran semuanya murni, paling-paling modal hanya beli pancinya," jelasnya. Meski terbilang harga baru-baru ini menurun tinggal Rp 12 ribu per kilonya, pihaknya tetap memproduksi. Srimulyani menceritakan, turunnya harga tersebut diakibat musim hujan tiba. Sedangkan harga sebelum hujan turun mencapai Rp. 15 ribu. "Ini termasuk menurun biasanya, Rp. 15 ribu, kalau dibilang cukup ya cukup saja, selain memang untuk kebutuhan sehari-hari dari situ disamping membantu di Desa," imbuhnya. Sebagai informasi, RT 1 Dusun Sukoharjo memang menjadi komoditas home industri gula merah, menurut pengakuan Srimulyani selain dirinya terdapat 43 kepala keluarga yang telah memproduksi hingga saat ini. Meski begitu menurut Suraji (49), suami Srimulyani mengatakan termasuk menurun dibanding dahulu. Alasan berkurangnya itu diakibatkan tidak adanya penerus lagi khusus yang memancat pohon kelapa untuk mengambil cairan nira "Ya saat ini tentunya menurun mas, rata-rata mereka tidak ada penerusnya," terangnya. Dia mencontohkan dirinya yang saat ini mulai beranjak tua kelincahan memanjat pun berkurang, apalagi saat hujan pohon kepala pun licin maka harus berhati-hati. Apalagi anak sekarang lebih memilih bekerja di perkotaan. (*/alv)

Sumber: