Kau adalah Bidadari yang Allah Karuniakan Kepadaku

Kau adalah Bidadari yang Allah Karuniakan Kepadaku

Ramadan silam Memorandum menerima telepon dari seorang pria. Dia mengaku bernama Rachmat Hidayat, warga Taman, Sidoarjo. Dia sangat ingin surat terbuka untuk istri tercintanya dimuat harian ini. Dia lantas berkirim naskah via email. Inilah surat Pak Rachmat, dimuat tanpa dikoreksi. Semoga jadi inspirasi pasutri lain. Salam kangen untuk istriku tercinta di rumah. Kalau boleh bersyukur, aku merasa kamulah karunia Allah yang paling besar. Tidak ada bandingnya. Saat di rumah, kau selalu berusaha memanjakan. Kebutuhanku selalu kau penuhi sebelum dirimu sendiri. Saat aku pergi meninggalkan rumah, tak ada gelisah atas anak-anak dan hartaku. Aku percaya kamu tidak akan menelantarkan mereka. Aku yakin kamu akan senantiasa menjaga kehormatan diri dan keluarga kita. Saat aku di tempat kerja, bahkan saat di luar kota, seringkali kau menelepon menanyakan keadaanku. Saat aku sakit, kau menjadi yang begitu prihatin dengan keadaanku. Dan dengan panggilan sayang yang sering ia ucapkan, aku menjadi begitu bahagia. Aku merasa bahwa kehadiranku di dunia ini, keberadaanku di tengah-tengah keluarga, menjadi semakin berharga. Kamu juga akan sangat bahagia saat aneka masakan dan kue yang dibuatnya, lahap kami nikmati. Kau begitu senang saat dapat berbagi dengan para tetangga, selalu mendukung setiap kebaikan yang aku lakukan. Sayang, kau tak pernah memberatkanku dengan segala macam tuntutan yang sulit aku penuhi. Lebih tenang dan senang saat berkumpul bersama kami di dalam rumah, daripada berkeliling di mal-mal atau tempat hiburan dan rekreasi. Bahkan, saat kami kesulitan keuangan, kau tidak jarang harus menjual perhiasan yang kaupakai secara diam-diam. Menyadari segala kebaikan yang kaupersembahkan kepadaku, aku merasa sangat miskin kebaikan. Aku merasa berutang budi begitu banyak. Sepertinya apa yang selama ini aku berikan sangat tidak sebanding dengan segenap kebaikan yang kaupersembahkan. Dan aku menjadi semakin terharu, saat menawarkan sedikit kemewahan, tapi kau tolak dan kamu lebih memilih hidup apa adanya. Saat aku memberi sesuatu untuk membahagiakanmu, tak lupa ucapan terima kasih dan doa mengalir dari bibirmu. Ini semakin memacu semangatku untuk mengimbangi segala kebaikanmu dengan mempersembahkan kebahagiaan. Anak-anakku begitu bahagia saat berada di dekatmu. Kami merasa begitu sedih dan kehilangan saat kau marah karena sikap atau perkataan kami yang tak berkenan di hatimu. Dan aku menjadi semakin terharu saat engkau mengatakan tak berkeberatan untuk mencarikanku istri lagi. “Bagaimana mungkin aku membutuhkan wanita lain kalau kamu adalah wanita terbaik yang aku miliki? Apalagi yang aku cari dari seorang wanita?’ Sejujurnya kuakui, setelah Allah dan Rasul-Nya, kamu adalah sumber kebahagiaanku. Tapi saat aku mengakui dengan sejujurnya akan hal itu kepadamu, kau hanya tertawa dan menganggapnya hanya sekadar rayuan. Wahai sayangku, semoga Allah membalas semua kebaikanmu dengan surga-Nya yang terindah. Engkau adalah bidadari yang Allah karuniakan kepadaku di dunia. Dari suamimu tercinta, Rachmat Hidayat. (*)

Sumber: